Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap.

Berikut Ini Pembahasan Selengkapnya
Sejak merdeka tepat pada 71 tahun silam yakni  tahun 1945, Negara Indonesia total sudah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) sebanyak 11 kali hingga tahun 2014. Mulai dari pemilu pertama di tahun 1955 hingga pemilu tahun 2014. Pemilu tahun 2014 merupakan pemilu yang  ke-11 yang dilakukan Indonesia.  Lalu bagaimanakah perjalanan pemilu di Indonesia dari masa ke masa?Untuk mengetahui bagaimana sih sejarah perjalanan panjang pemilihan umum (pemilu) bangsa Indonesia dari masa ke masa, yuk mari kita simak artikel berikut ini. Berikut penjelasannya :

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap


·         Pemilu Pertama, 1955

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Sejak berdirinya negara Indonesia, Bapak Hatta telah memikirkan untuk segera melakukan pemilu sesuai maklumat X tanggal 3 November 1945. Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 November 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
1.      Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
2.      Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Pemilu pertama di Indonesia  sering disebut sebagai pemilu yang paling demokratis meski pelaksanaannya saat situasi negara belum kondusif. Inilah tonggak pertama masyarakat Indonesia belajar tentang demokrasi. Waktu itu Republik Indonesia baru berusia 10 tahun. Indonesia baru yang sangat muda, terseok- seok dalam mempersiapkan pemilu. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet yang penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat Undang-Undang pemilu, membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun setelah kemerdekaan. Tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri. Dalam pemilu 1955 masyarakat memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang dilakukan dalam dua periode.
·         Pertama tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
·         kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante . Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga ikut berpartisipasi. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Dari pelaksanaannya, pemilu pertama bisa dikatakan sukses dan berlangsung damai. Dimana tingkat partisipasi warga begitu tinggi. Suara sah saat pemilu mencapai 88 persen dari 43 juta pemilih. Sedangkan pemilih yang suaranya tidak sah atau tidak datang (golput) hanya sebesar 12,34 persen. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante(Konstituante adalah lembaga negara yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar baru menggantikan UUD sementara 1950). Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu tahun 1955 memilih 257 anggota DPR dan 514 anggota konstituante (harusnya 520 anggota, namun irian barat memiliki jatah 6 kursi, tidak melakukan pemilihan) dengan 29 jumlah partai politik dan individu yang ikut serta. Pemilu ini dilaksanakan pada pemerintahan perdana menteri Burhanuddin Harahap, setelah menggantikan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo yang mengundurkan diri. Hasil dari pemilu tahun 1955 menetapkan Partai Nasional Indonesia menjadi pemenang dengan 23.97% suara dan berhak atas 119 kursi di konstitusi.

Selanjutnya, kondisi politik Indonesia pasca pemilu 1955 sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang membubarkan DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955 serta menyatakan kembali ke UUD 1945. Soekarno secara sepihak membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat oleh presiden.

·         Pemilu 1971

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Setelah Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi presiden menggantikan Bung Karno pada 1967, ia menetapkan bahwa pemilu baru akan diselenggarakan pada tahun 1971. Pemilu kali ini diikuti oleh 10 partai yakni; Golkar, NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Katolik, Perti, IPKI dan Murba. Jumlah pemilih pada pemilu ini adalah sebanyak 54.669.509 suara dimana partai pemenang Golkar meraih sebanyak 62.82% suara dan berhak atas 236 kursi.

Pemilu kedua digelar pada 5 Juli 1971. Hal baru pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat negara harus netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara formal. Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara berpihak ke salah satu peserta pemilu yaitu Golongan Karya. “Rekayasa politik” orde baru yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah kebijakan ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.
Pemenang Pemilu        : Golongan Karya (Golkar)
Peserta                         : 9 partai + 1 organisasi masyarakat
Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, pelaksanaan pemilu berdasarkan ketetapan MPRS No. XLII/1968 yang penjabarannya dituangkan dalam UU No. 16/1969 tentang maksud, tujuan dan tata cara pelaksanaan pemilu; dan UU No. 16/1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Beberapa parpol pada Pemilu 1955 tak lagi ikut serta karena dibubarkan, seperti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam pelaksanaan Pemilu menggunakan sistem proporsional dengan daftar tertutup dan semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Golkar menang dengan mengantongi 62,8 persen suara (236 kursi DPR). Disusul partai lain seperti Nahdlatul Ulama (NU), Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Banyak perdebatan antara pakar sejarah politik tentang kadar demokrasi dalam pemilu 1971 ini. 
Karena banyaknya indikator sebuah pemilihan umum demokratis yang tidak terpenuhi atau bahkan ditinggalkan sama sekali. Hal ini tidak terlepas dari proses transisi kepemimpinan yang diawali oleh peristiwa berdarah yang kemudian membuat politik Indonesia disebut-sebut masuk kedalam sebuah era pretorianisme militer. Sebuah era dimana militer selalu mempunyai peran penting dalam menjaga serta mempertahankan kekuasaan. Meski demikian, di pemilu ini, golput yang pertama kali dicetuskan dan dikampanyekan justru mengalami penurunan sekitar 6,67 persen.
·         Di awal, Presiden Soeharto berniat mengadakan pemilu dengan sistem distrik, yang mana tujuannya adalah dengan melakukan penyederhanaan partai. Tapi, usul itu malah ditolak oleh partai-partai yang ada. Sehingga, undang-undang yang dihasilkan pun hanya modifikasi kecil dari ketentuan tentang distrik. Belakangan, yang disetujui semua pihak adalah sistem proporsional. Akhirnya Sebagai peserta pemilu, MPRS menetapkan bahwa hanya partai politik yang sudah mempunyai perwakilan di DPR dan DPRD sajalah yang boleh ikut pemilu. Dengan demikian tinggal 9 parpol yang menjadi kontestan, yaitu: Partai Katholik, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Nahdlatul Ulama, Parmusi, PNI, Parkindo, Perti, IPKI, Murba dan Sekber Golkar.

·         Orde Baru memperkenalkan pemilu serentak (pemilu borongan) yakni memilih sekaligus anggota DPR, memilih anggota DPRD Tingkat I (provinsi), dan memilih DPRD Tingkat II (kabupaten dan kota madya) dalam satu masa pemilihan. Yang mungkin karena dilakukan dengan cara sekaligus semacam itu maka pemilu diberi predikat sebagai “Pesta Demokrasi”. Dikarenakan diadakan serentak demikian, tentu diperlukan biaya yang besar pula.

·         Perbedaan yang mencolok antara Pemilu 1955 dengan Pemilu 1971. Misalnya, asas jujur dan kebersamaan, seperti Pemilu 1955, ditiadakan. Sebagai gantinya, hanya dikenal asas Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia).

·         Selain itu, panitia berada pada tangan pemerintah, sedangkan partai-partai hanya dilibatkan sebagai saksi dalam penghitungan suara. Alhasil dalam peraturan baru itu, DPR yang dihasilkan pemilu berjumlah 460 orang. Tapi, seratus orang di antaranya diangkat mewakili angkatan bersenjata (75 orang dari ABRI dan 25 orang dari non-ABRI), sebagai perwujudan “konsensus nasional”. Begitu pula halnya di MPR. Dari 920 anggota MPR, sebanyak 207 orang (sepertiga dari keseluruhan) ditunjuk oleh presiden; 253 anggota tambahan mewakili daerah (dipilih oleh DPRD), serta; kelompok-kelompok “utusan golongan” yang ditunjuk presiden. Di mata pengamat politik William R. Lidle, proses pemilihan semacam itu telah mengurangi nilai pemilu sebagai praktek demokrasi.

·         Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejabat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971, para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Pemerintah mengeluarkan Permen (Peraturan Menteri) No. 12/1969 yang melarang pegawai negeri masuk partai politik, tapi boleh ikut Golkar. Ketentuan monoloyalitas itu berlaku bagi pegawai negeri pada semua tingkat. Jadi sesungguhnya pemerintah merekayasa ketentuan – ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.

·         Pemilu Orde Baru 1977 (1977, 1982, 1987, 1992, 1997)

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Setelah pemilu 1971 terselenggara, pelaksanaan pemilu mulai terlaksana secara periodik dan berkala, yakni setiap 5 tahun sekali. Pada pemilu orde baru terdapat perbedaan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, yakni, pesertanya jauh lebih sedikit, yaitu sebanyak 3 partai saja. Partai yang mengikuti pemilu adalah Golkar, PPP dan PDI. Sebanyak 5 kali gelaran pemilu dari tahun 1977 hingga 1997, Golkar selalu menjadi pemenang pemilu dengan perolehan suara yang sangat mencolok dibandingkan 2 partai lainnya. Hasil Pemilu 1977
·         Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.

·         Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.

·         PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

·         PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.

·         Pemilu tahun 1982

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilihan Umum tahun 1982 dilakukan serentak tanggal 4 Mei 1982. Sistem dan tujuannya sama dengan tahun 1977, di mana hendak memilih anggota DPR (parlemen) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode 1982-1987. Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden.
Pelaksanaan pemilu dibawah Orde Baru memiliki karakter yang berbeda dengan pemilu yang dikenal negara-negara demokrasi pada umumnya. Jika di negara demokrasi karakter pemilu dibangun diatas prinsip free and fair baik dalam struktur dan proses pemilu, sebaliknya, Orde Baru justru menghindari penerapan prinsip tersebut. Yang terjadi kemudian adalah ketidak seimbangan kontestasi antar peserta pemilu dan hasil pemilu tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat. Pelaksanaan Pemilu diatur melalui cara-cara tertentu untuk kelanggengan kekuasaan Orde Baru itu sendiri.
Pemilihan Umum tahun 1982 yang dilaksanakan dibawah payung hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilu, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980, meskipun demikian, tidak ada perubahan berarti dalam setiap perubahan.
Jumlah Penduduk Indonesia pada Pemilihan Umum Tahun 1982 kurang lebih 146.532.397, dari jumlah itu penduduk yang terdaftar menjadi pemilih sekitar 82.134.195. Jumlah peserta pemilu hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Hasil Pemungutan Suara :
No Urut
Nama Partai
Jumlah Suara
Jumlah Kursi
1.
Partai Persatuan Pembangunan 1982
20871880
94
2.
Partai Golongan Karya
48334724
242
3.
Partai Demokrasi Indonesia 1982
5919702
24

·         Pemilu 1987

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilu berikutnya tahun 1987 yang dilakukan tanggal 23 April 1987. Masih dalam masa orde baru secara sistem dan tujuan pemilihan masih sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto. Sistem Pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proporsional dengan varian Party-List. Di pemilu tahun ini dari 93 Juta lebih pemilih, sekitar 85 juta suara yang sah atau sebanyak 91,32 persen. Seperti biasa pemilu tersebut dimenangkan oleh Golongan Karya.

·         Pemilu 1992

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilu kelima yang dilakukan secara periodik pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 1992. Tidak jauh beda dengan pemilu sebelumnya, secara sistem dan tujuan juga masih tetap sama. Sementara untuk suara yang sah tahun 1992 mencapai 97 Juta lebih suara, dari total pemilih terdaftar 105.565.697 orang. Seperti biasa pemilu tersebut dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1997 merupakan Pemilu terakhir di masa pemerintahan Presiden Suharto. Pemilu ini diadakan tanggal 29 Mei 1997. Sistem dan tujuan penyelenggaraan pemilu masih sama yakni, Proporsional dengan varian Party-List. Dimana saat itu memilih 424 orang anggota DPR. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat (caleg) telah disetujui untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen. Pemilu 1997 ini menuai sejumlah protes. Di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar massa oleh sebab kecurangan Pemilu dianggap sudah keterlaluan dan di tahun ini jumlah suara yang sah hampir 113 Juta suara.
Pemilu-Pemilu yang dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 di bawah pemerintahan Soeharto, yang hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu yang bisa dibilang dipercepat pelaksanaannya. Setelah presiden Soeharto dilengserkan kekuasaannya pada Mei 1998 dan digantikan oleh wakil presiden saat itu Bacharuddin Jusuf Habibie, atas desakan publik pemilu diselenggarakan lebih cepat sehingga hasil pemilu 1977 segera diganti. Pemilu ini diikuti oleh 48 partai. Pada tahap penghitungan suara pemilu, terdapat sebanyak 27 partai politik yang menolak menandatangani berita acara perhitungan suara dengan alasan pemilu belum jujur dan adil. Meskipun demikian, penghitungan suara tetap dilangsungkan dan PDIP keluar sebagai pemenang pemilu dengan meraih 35.689.073 suara dari total 105.786.661 suara sah. Pemilu 1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971. Sedangkan angka partisipasi pemilih mencapai 94.63 persen. Sementara angka Golput hanya sekitar 5,37 persen saja.

·         Pemilu tahun 2004

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilu pada tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemilu ini diikuti oleh 24 partai dimana partai Golkar keluar sebagai pemenang pemilu dengan 23.27% suara dari total 113.125.750 suara sah.

Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).
Pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004 digelar setelah hasil pemilu DPR, DPRD dan DPD didapat. Terdapat 5 nama pasangan calon presiden dan wakil presiden. Karena kelima pasangan calon belum ada yang menyentuh angka 50% pada putaran pertama, maka dua calon yang mendapat suara terbanyak maju ke putaran kedua untuk melakukan pemilu putaran kedua. Pasangan calon yang maju ke putaran kedua ialah Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi serta H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla. Hasil dari pemilu presiden putaran kedua akhirnya menetapkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden pilihan rakyat Indonesia untuk periode 2004-2009.
Pemilu 2004 ini adalah periode pertama kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono. Meski demikian di Pemilu Legislatif jumlah pemilih terdaftar yang tidak memakai hak pilihnya cukup besar yakni sekitar 23 juta lebih suara, dari jumlah pemilih terdaftar 148 Juta pemilih, atau 16 persen tidak memakai hak pilihnya.

·         Pemilu 2009

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih 560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran). Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004. Pemilu 2009 menjadi periode kedua terpilihnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan didampingi Prof. Dr. Boediono sebagai wakil presiden. Sementara untuk jumlah golput hampir 50 juta suara atau sekitar 30 persen. Jumlah angka golput ini tergolong besar meskipun masih lebih kecil dari hasil survei yang memprediksi angka golput mencapai 40 persen.

·         Pemilu 2014

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilihan Umum 2014 merupakan pemilu yang ke-11 dalam dinamika pesta demokrasi di Indonesia untuk pemilihan anggota Legislatif. Sedangkan untuk Pemilihan Presiden, tahun ini adalah yang ketiga kalinya setelah tahun 2004 dan 2009.

·         Pemilihan umum Presiden

Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia. Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat maju kembali dalam pemilihan ini karena dicegah oleh undang-undang yang melarang periode ketiga untuk seorang presiden. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai lebih dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku.
Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap


Pemilihan umum ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

·         Gugatan Pasca Pilpres

Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil pemilihan ini, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, koalisi merah putih di DPR juga berencana meluncurkan pansus pilpres yang akan memanggil KPU. Namun Kubu Prabowo-Hatta Rajasa membantah bahwa pansus ini digunakan untuk membatalkan hasil pemilihan umum, melainkan memperjuangkan pelaksanaan Pemilu yang lebih baik di masa depan  Selain itu juga ada rencana mengajukan gugatan ke PTUN dan MA jika gugatan ke MK tidak dikabulkan .

·         Pemilihan umum legislatif

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.
Pemilihan ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 serentak di seluruh wilayah Indonesia. Namun untuk warga negara Indonesia di luar negeri, hari pemilihan ditetapkan oleh panitia pemilihan setempat di masing-masing negara domisili pemilih sebelum tanggal 9 April 2014. Pemilihan di luar negeri hanya terbatas untuk anggota DPR di daerah pemilihan DKI Jakarta II, dan tidak ada pemilihan anggota perwakilan daerah.

·         Perubahan Peraturan Pemilu Anggota DPR&DPRD

Dalam undang-undang pemilihan umum terbaru yaitu UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen untuk DPR ditetapkan sebesar 3,5%, naik dari Pemilu 2009 yang sebesar 2,5%. Dalam UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, pada awalnya ditetapkan bahwa ambang batas parlemen sebesar 3,5% juga berlaku untuk DPRD.  Akan tetapi, setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD.

Golput dari Tahun ke Tahun

Partisipasi pemilih dalam setiap pagelaran pemilu selalu memprihatinkan. Angka golongan putih (golput) masih terus meningkat di setiap pemilu yang digelar di Indonesia. Tingkat partisipasi politik pada Pemilu rezim Orde Lama mulai dari tahun 1955 dan Orde Baru pada tahun 1971 sampai 1997, kemudian Orde Reformasi tahun 1999 sampai sekarang masih cukup tinggi. Tingkat partisipasi politik pemilih dalam pemilu tahun 1955 mencapai 91,4 persen dengan angka golput hanya 8,6 persen. Baru pada era non-demokratis Orde Baru golput menurun. 
Pada Pemilu 1971, tingkat partisipasi politik mencapai 96,6 persen dan jumlah golput menurun drastis hanya mencapai 3,4 persen. Sementara Pemilu tahun 1977 dan Pemilu 1982 hampir serupa. Yakni, partisipasi politik sampai 96,5 persen dan jumlah golput mencapai 3,5 persen. Pada Pemilu 1987 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 96,4 persen dan jumlah golput hanya 3,6 persen. Pada Pemilu 1992 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 95,1 persen dan jumlah golput mencapai 4,9 persen. Untuk Pemilu 1997 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 93,6 persen dan jumlah golput mulai meningkat hingga 6,4 persen.
Pasca-reformasi, pada Pemilu 1999 tingkat partisipasi memilih 92,6 persen dan jumlah Golput 7,3 persen. Angka partisipasi yang memprihatinkan terjadi pada Pemilu 2004, yakni turun hingga 84,1 persen dan jumlah golput meningkat hingga 15,9 persen. Pada Pilpres putaran pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2 persen dan jumlah Golput 21,8 persen, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 76,6 persen dan jumlah golput 23,4 persen.
Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun yaitu hanya mencapai 70,9 persen dan jumlah golput semakin meningkat yaitu 29,1 persen. Pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen. Bagaimana dengan Pemilu 2014?
Berdasarkan survei dari CSIS dan lembaga survei Cyrus Network telah menetapkan persentase pemilih yang enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dari hasil kalkulasi mereka melalui metode penghitungan cepat, tingkat ‘golongan putih’ pemilu tahun ini hampir menyentuh angka 25 persen. “Tingkat partisipasi pemilih 75,2 persen. Sementara yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai 24,8 persen,” tulis peneliti CSIS Philips J. Vermonte, melalui keterangan pers.
Demikianlah Artikel lengkap yang berjudul Sejarah Pemilihan Umum (Pemilu) Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat Edukasi Lovers  semuanya. Jika artikel ini bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada permintaan, pertanyaan, komentar, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua.
     Terima Kasih…
         Salam Edukasi…