Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah dan Penjelasan Mengenai Kerajaan Mataram Kuno Terlengkap
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini
saya dapat membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat
Edukasi Lovers semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini
berjudul Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah dan Penjelasan Mengenai Kerajaan Mataram
Kuno Terlengkap
1.Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
Pada
pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian tengah berdiri sebuah kerajaan
baru. Kerajaan itu dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan
pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum dapat dipastikan. Ada yang
menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan terletak di Poh Pitu. Sementara itu
letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas. Keberadaan lokasi Kerajaan itu dapat
diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai-sungai.
Di sebelah utara
terdapat Gunung Merapi, Merbau,Sumbing,dan Sindoro; di sebelah barat terdapat
pegunungan Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah
selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-Sungai yang
ada, misalnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin
di antara Kedu sampai sekitar Prambanan. Untuk
mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dapat digunakan sumber
yang berupa prasasti.
Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan Kerajaan
Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti
Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Di samping beberapa prasasti
tersebut, sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari berita
Cina.
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi
Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gunung-gunung, seperti
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu,
Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai,
seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.
Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga
yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris.
Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerajaan Mataram Kuno
yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya
merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra
merupakan pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang
didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno
adalah Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa Sanjaya yang menganut agama
Hindu. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian
berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra
berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di
Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian
utara, dan mereka yang menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah
bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang
tangku kepemerintahan setelah anak Raja Samaratungga, Pramodawardhani menikah
dengan Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat
Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai
Pikatan juga berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama
Balaputradewa yang merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian
mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang kemudian menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa
Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih
diperdebatkan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa pada saat itu terjadi
bencana alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil
menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada
awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah Mataram (dekat Yogyakarta
sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati
(daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke
Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan
kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke
wilayah Jawa Timur sekarang.
2.Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno
Sebelum
Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja bernama
Sanna. Menurut Prasasti Canggal yang berangka tahun 732 Masehi, diterangkan bahwa
Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra
Sanaha, saudara perempuan dari Sanna. Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di
Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama
Syiwa (Hindu).Diperkirakan Dapunta Syailendra
berasal dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa
di Jawa bagian tengah.
Dalam hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang
menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa. Raja Sanjaya tampil memerintah Kerajaan
Mataram Kuno pada tahun 717-780 Masehi. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya
kemudian melakukan penaklukkan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna
yang melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 Masehi Raja Sanjaya mendirikan
bangunan suci sebagai tempat pemujaaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di
atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga).Bangunan suci itu merupakan lambang
keberhasilan Raja Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.
Raja
Sanjaya terkenal arif dan adil dalam memerintah, dan juga memiliki pengetahuan
yang luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di
bawah pemerintahan Raja Sanjaya, Kerajaan Mataram Kuno menjadi aman dan tenteram
serta rakyat hidup dengan makmur. Mata
pencaharian penting masyarakat adalah pertanian dengan hasil utama
padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham aka nisi kitab-kitab
suci.
Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung
Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang
dulu mengakui kemaharajaan Sanna. Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh
putranya bernama Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan
agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778,Raja Panangkaran
telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk
Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan
tersebut terletak di Kalasan.
Prasasti Kalasan juga menerangkan bahwa Raja
Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai
Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke arah
timur. Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi
musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata
dari Dinasti Syailendra. Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia
juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci, misalnya, Candi Kalasan
dan arca Manjusri. Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir, timbul persoalan dalam
Keluarga Syailendra, karena adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah
memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).Hal
ini menimbulkan perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno.
Satu pemerintahan
dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di
daerah Jawa bagian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang
beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan. Keluarga Syailendra yang
beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian
utara. Misalnya, candi-candi kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks
Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti
Candi Birma, Candi Puntadewa, Candi Arjuna, dan Candi Semar. Sementara yang
beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen, Candi
Mendut, Pawon, dan Borobudur.
Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh
Samaratungga pada tahun 824 Masehi. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman
Pramudawardani dan Pikatan. Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak
berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan
perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan
Pramudawardani, putrid dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832
Masehi. Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan
Raja Pikatan.
Setelah
Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tiara yang bernama Balaputradewa
menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan. Kemudian terjadi perang perebutan
kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa
membuat benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan. Benteng
ini sekarang kita kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa
terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di
Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambahnya luas. Kehidupan
agama berkembang pesat pada tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan
oleh Kanyuwangi atau Dyah Lokapala. Kanyuwangi kemudian digantikan oleh Dyah
Belitung. Raja Balitung merupakan raja yang terbesar. Ia memerintah pada tahun
898 sampai 911 Masehi dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung
Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidang-bidang
politik, pemerintahan, ekonomi, agama,dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah
membangun Candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya
sangat indah.
Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram Kuno mulai
mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa setelah Balitung adalah
Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Mataram
Kuno antara lain adanya bencana alam dan ancaman dari musuh yaitu Kerajaan
Sriwijaya.
3.Sejarah Kekuasaan Dinasti Isyana
Pertentangan
di antara keluarga Kerajaan Mataram Kuno, tampaknya terus berlangsung hingga
masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 Masehi. Pertikaian yang tidak pernah
berhenti menyebabkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota Kerajaan dari Medang ke
Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawangsa. Di
samping karena pertentangan keluarga, pemindahan pusat kerajaan juga dikarenakan
kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi.
Berdasarkan
prasasti, pusat pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang
diperkirakan dekat Jombang, sebab di Jombang masih ada desa yang namanya
mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa bagian timur, Jawa
bagian tengah, dan Bali. Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak
perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. Ia naik takhta dan kawin dengan Sri
Lokapala.
Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana. Makutawangsawardana
naik takhta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh
Dharmawangsa. Dharmawangsa Tguh yang memeluk
agama Hindu aliran waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh
memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno. Setelah
Dharmawangsa Tguh turun takhta, ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang saat itu
usianya masih 16 tahun.
Hancurnya kerajaan Dharmawangsa menyebabkan Airlangga
berkelana ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami
agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai
raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Meskipun mereka
berbeda aliran dan keyakinan, penduduk Kerajaan Mataram Kuno tetap menghargai
perbedaan yang ada.
Setelah dinobatkan menjadi raja, Airlangga segera mengadakan
pemulihan hubungan baik dengan Kerajaan Sriwijaya, bahkan membantu Kerajaan
Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037
Masehi, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah
dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur. Airlangga kemudian
memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.
Pada
tahun 1042,Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai
pertapa dengan nama Resi Gentayu (DDjatinindra).Menjelang akhir pemerintahannya
Airlangga menyerahkan kekuasaannya pada putrinya Sangrama Wijaya
TunggaDewi. Namun,putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang pertapa
dengan nama Ratu Giriputri. Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi
dua kerajaan.
Kerajaan itu adalah Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk
mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari
selir. Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang
bernama Garasakan (Jayengrana),dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana).Wilayahnya
meliputi daerah sekitar Surabaya sampai
Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri).
Kerajaan Kediri di sebelah barat
diberikan kepada putra bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa) dengan
ibu kota di Kediri (Daha),meliputi daerah sekitar Kediri dan Madiun. Kerajaan
Kediri adalah Kerajaan pertama yang mempunyai sistem administrasi kewilayahan
negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling
bawah dikenal dengan thani (desa).Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan. Setingkat lebih tinggi di
atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi
yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.
4.Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Prasasti Canggal Sebagai Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno |
Terdapat dua sumber utama yang
menunjukkan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaitu berbentuk Prasasti dan
Candi-candi yang dapat kita temui sampai sekarang ini. Adapun untuk Prasasti,
Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya:
1. Prasasti Canggal,
ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M.
Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya
menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh
Raja Sanjaya dan di samping itu juga diceritakan bawa yang menjadi raja
sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara
perempuan Sanna).
2. Prasasti Kalasan,
ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian
bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas
permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan
untuk para Sanggha (umat Budha).
3. Prasasti Mantyasih,
ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan bahasa
Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram
yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai
Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai
Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
4. Prasasti Klurak,
ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan
bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra
yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Selain
Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang
masih ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain,
Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi
Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo,
Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi
Borobudur.
5.Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno
Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja
di antaranya sebagai berikut:
1) Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno
2) Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa
Sailendra
3) Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4) Rakai Warak alias Samaragrawira
5) Rakai Garung alias Samaratungga
6) Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal
kebangkitan Wangsa Sanjaya
7) Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8) Rakai Watuhumalang
9) Rakai Watukura Dyah Balitung
10) Mpu Daksa
11) Rakai Layang Dyah Tulodong
12) Rakai Sumba Dyah Wawa
13) Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14) Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15) Makuthawangsawardhana
16) Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir
6.Sejarah Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kehidupan ekonomi masyarakat
bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia
luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonomian dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng.
Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan,
dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur,
Mendut, dan Pawon. Semula terjadi perebutan kekuasaan namun kemudian terjalin
persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama
Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu
agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai.
7.Sejarah Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno
dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai saat pengusiran
Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka
Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja
ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya.
Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas
perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika
Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu
permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya
pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh
Dharmawangsa.
Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota
Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia
mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji
Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam
peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Demikianlah Artikel lengkap yang berjudul Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah dan
Penjelasan Mengenai Kerajaan Mataram Kuno Terlengkap. Semoga dapat
bermanfaat bagi Sobat Edukasi Lovers semuanya. Jika
artikel ini bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan
membagikan artikel ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih
baik. Jika ada permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan
komentar sobat semua di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam
Edukasi…