Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap
![]() |
Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap
|
Selamat
Datang di Web Pendidikan edukasinesia.com
Hallo sobat Edukasi
Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat membagikan
artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sejarah
Kerajaan Kediri (Panjalu)
Beserta Penjelasannya Terlengkap
1.Latar Belakang Kerajaan Kediri (Panjalu)
Sesungguhnya
kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan
dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini
sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan
sudah tidak lagi berada di Kahuripan,
melainkan pindah ke Daha.
Pada
akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah
wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra
yang bernama Sri
Samarawijaya
mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu
Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan
timur bernama Janggala yang berpusat di
kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut
Nagarakretagama, sebelum dibelah
menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat
di Daha. Jadi, Kerajaan
Janggala
lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah
ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi
ibu kota Janggala.
Pada
mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai daripada nama
Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh
raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai
tai ta (1178).
Nama
"Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri
yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé
atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu
pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam
pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat pengobatan
tradisional.
Masa-masa
awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang
II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara
antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah
Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104
atas nama Sri
Jayawarsa.
Raja-raja sebelum Sri
Jayawarsa
hanya Sri
Samarawijaya
yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat
diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan
Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya
yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau
Panjalu Menang.
Pada
masa pemerintahan Sri
Jayabhaya
inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini
meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau
di Nusantara, bahkan sampai
mengalahkan pengaruh Kerajaan
Sriwijaya
di Sumatra.
Hal
ini diperkuat kronik
Cina
berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa
itu negeri paling kaya selain Cina
secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang
berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan
Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Chou
Ju-kua menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2 agama : Buddha dan
Hindu. Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu luangnya untuk mengadu
binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran tembaga dan perak.
Buku
Chu-fan-chi menyebut Jawa adalah maharaja yang punya wilayah jajahan :
Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning
(Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua
Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun,
mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo
(Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan
Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan
Situs
Tondowongso
pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri
diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan
tersebut.
Kerajaan
Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang pusatnya berada di tepi
Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-12 dan merupakan
bagian dari Kerajaan Mataram Kuno.
Berdirinya
Kerajaan Kediri diawali dengan putusan Raja Airlangga selaku pemimpin dari
Kerajaan Mataram Kuno yang terakhir. Dia membagi kerajaan menjadi dua bagian,
yaitu menjadi Kerajaan Jenggala atau Kahuripan dan Panjalu atau Kediri.
Hal
ini bermula pada tahun 1042. Kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta
kerajaan Mataram Kuno. Sehingga dengan terpaksa Raja Airlangga membelah
kerajaan menjadi dua bagian.
Hasil
dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri
Samarawijaya dan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan.
2.Lokasi Kerajaan Kediri (Panjalu)
![]() |
Lokasi Kerajaan Kediri |
Kerajaan
Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12.
Letak kerajaan kediri terdapat di Jawa Timur, berada di sebelah selatan Sungai
Brantas, kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota
Kediri sekarang. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno.
Pusat kerajaannya terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah
menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Melalui Pelabuhan Canggu, aktivitas
perekonomian rakyat sangat lancar sehingga mendatangkan kemakmuran. Daerahnya
subur dan aliran sungainya dipakai sebagai sarana transportasi. Wilayahnya
semakin luas setelah Jenggala dapat dikuasai sehingga membuat Kediri sebagai
satu-satunya kerajaan di Jawa Timur. Wilayah kekuasaannya, meliputi Kediri,
Madiun, dan bagian barat Medang Kamulan.
3.Karya Sastra Yang Telah Ditulis Pada Zaman Kerajaan Kediri (Panjalu)
![]() |
KAKAWIN BHARATAYUDDHA |
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada
zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin
Bharatayuddha
ditulis oleh Mpu
Sedah
dan diselesaikan Mpu
Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi
kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan
kemenangan Sri
Jayabhaya
atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula
pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin
Smaradahana.
Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka
dan Mpu
Triguna
yang menulis Kresnayana
4. Sumber Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu)
![]() |
Sumber Sejarah Kerajaan Kediri |
1.Prasasti
1)
Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat tentang
pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa.
2)
Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan
Kertosono yang berisi masalah keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja
Bameswara (117-1130 M).
3)
Prasasti Ngantang (1135), yang menyebutkan tentang
Raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah
yang bebas dari pajak.
4)
Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang
memuat tentang sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Finada.
5)
Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa
pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil
mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana di Katang-katang.
2.Berita Asing
Berita asing tentang Kerajaan Kediri
sebagian besar diperoleh dari berita Cina. Berita cina ini merupakan kumpulan
berita dari para pedagang Cina yang melakukan kegiatan perdagangan di kerajaan
Kediri. Seperti Kronik Cina bernama Chu Fan Chi karangan Chu Ju Kua (1220 M).
buku ini banyak mengambil cerita dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan
Chu Ik Fei. Kedua buku ini menerangkan keadaan Kerajaan Kediri pada abad ke-12
dan ke-13 M.
5.Raja-Raja Kerajaan Kediri (Panjalu)
Airlangga
Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan
Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja
Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai
seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha
yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan.
Di akhir masa
pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kediri dan Kerajaan
Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal
dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di
Indonesia.
A. Samarawijaya (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga. Ia
merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak
diketahui dengan pasti berlangsung berapa lama masa pemerintahannya. Kemungkinan
Raja Samarawijaya memulai pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh
Airlangga, yaitu sekitar tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan
tahun yang tertulis di Prasasti Pamwatan.
B. Jayaswara (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri adalah Sri
Jayawarsa, yang disebut dalam Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum
dipastikan bahwa ia pengganti langsung Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan
Raja yang sangat giat memajukan sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra
Prabu (Raja Sastra). Pada masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
C. Bameswara (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri adalah Sri
Bameswara yang disebut dalam Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117),
Prasasti Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130).
D. Jayabhaya (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan
Kediri adalah Sri Jayabhaya yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135),
Prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157). Jayabhaya merupakan
Raja yang menjadi kenangan bagi rakyatnya, karena pada masa pemerintahannya
Kerajaan Kediri berhasil menaklukkan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai
puncak kejayaan Kerajaan Kediri.
E. Sarweswara (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri adalah Sri
Sarweswara yang disebutkan dalam Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti
Kahyunan (1161).
F. Aryeswara (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri adalah Sri
Aryeswara yang disebutkan dalam Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti Angin Tahun
(1171).
G. Sri Gandhra (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri adalah Sri
Gandhra yang disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181), masa pemerintahannya
selama kurang lebih satu tahun.
H. Kameswara (1182-1194)
Raja kedelapan Kerajaan Kediri adalah Sri
Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin
Smaradhana. Dalam Kakawin dikisahkan tentang perkawinan antara Kameswara dengan
Putri Jenggala.
I. Kertajaya (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja terakhir
Kerajaan Kediri adalah Kertajaya yang disebut dalam Prasasti Galunggung (1194),
Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Wates Kulon (1205),
dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton.
Dalam
Kakawin dikisahkan tentang perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja
Kertajaya. Raja ini memiliki gelar “ Sri Maharaja Sri Sarweswara
Triwikramawatarananindita Srengga
Digjayattunggadewanama”.
Dalam tahun 1122 M Kertajaya dikalahkan oleh
Ken Arok. Dengan kekalahan Kertajaya itu berakhir pula kerajaan Kediri.
J. Jayakatwang
(1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun
kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari
sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan
setahun akibat serangan menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga
runtuhlah Kerajaan Kediri.
Dari Raja-Raja di atas, dapat diperoleh informasi,
bahwa:
·
Pendiri
Kerajaan Kediri adalah Airlangga, dengan Raja Pertamanya adalah Samarawijaya.
·
Raja
terkenal di Kerajaan Kediri adalah Jayabhaya.
·
Raja
terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya, namun berhasil dibangun kembali oleh
Jayakatwang meskipun hanya bertahan satu tahun saja. Jadi bisa dikatakan juga
bahwa raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Jayakatwang.
6. Kehidupan Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan
Kediri merupakan kerajaan yang berdiri pada abad XI Masehi dan merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan yang didirikan oleh Mpu Sindok dari
Dinasti Isyana. Kerajaan ini terletak di wilayah pedalaman Jawa Timur. Kerajaan
ini merupakan hasil dari pembagian wilayah Kerajaan Medang Kamulan yang dibagi
menjadi dua yakni Panjalu dan Jenggala.
Nama Kerajaan Kediri sebelumnya adalah Panjalu.
Adapun
kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri
adalah sebagai berikut :
a. Kehidupan Politik
Raja pertama
Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu
berselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di
Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan
Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian
Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang saudara yang
berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh
Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan
Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu
wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang
Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan
Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri.
Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka
tahun 1135.
Prasasti ini
memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang.
Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya
untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan
Jenggala.
Sebagai
kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda.
Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga
Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala mirip
dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi
(klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas
Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu,
untuk menunjukkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya
menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu.
Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa
pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja
Kertajaya membuat kebijakan yang tidak populer dengan mengurangi hak-hak
brahmana. Kondisi ini menyebabkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah
Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok. Melihat kejadian ini Kertajaya memutuskan
untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri
mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri
berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.
b. Kehidupan Agama
Masyarakat
Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran
agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang
ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi
Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar belakang agama Hindu Syiwa.
Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, karena mereka mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa
(Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan
pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa
atau empat belas wujud Syiwa.
c. Kehidupan
Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor
pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki lahan
pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak
beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri
dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras,
barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu
cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam
perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah di perdagangan
dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia bagian
barat, yaitu Sriwijaya daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India,
Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal
Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai
dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.
d. Kehidupan
Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur
pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam
pemerintahan, masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut
:
1.
Golongan masyarakat pusat
(kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa
kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2.
Golongan masyarakat thani
(daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas
pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3.
Golongan masyarakat
nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan
hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam
bidang sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda
berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis
kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang
ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis
oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga bernama
Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab
Kresnayana.
e. Hasil Budaya
adapun hasil budaya dari Kerajaan Kediri
antara lain :
1) Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini
terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada
ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi
diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri
sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan
Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415
2) Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri,
Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang
lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena
kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali
3) Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan
purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri,
Jawa Timur.
Situs seluas lebih dari satu hektare ini
dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam
30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun
Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957.
Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah
perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang
ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal
(abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun
tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
4) Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman
Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische
Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman
5) Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan,
Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada masa
pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui
prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri
tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
6) Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar
160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di
Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat
tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris
yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf
sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang
berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang
dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi
prasasti.
7) Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November
1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati
Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. Dalam prasasti
tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai
nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan
Kuning
8) Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965
melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan
dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari
pengerusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan
kawasan candi yang dianggap angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan
demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan
Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari
Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah
dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang
kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali
menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah,
pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas
Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki –
laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki
dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
9) Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara
mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan
agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas
batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima
swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya
yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
10) Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun
Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi).
Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti
dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.
Isi
prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961
Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar
prasasti tersebut dipindahkan di atas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga
Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah
berupa berbagai macam hak istimewa.
7.Sejarah Perkembangan Politik, Sosial, dan Ekonomi Kerajaan Kediri (Panjalu)
Sampai masa awal pemerintahan Raja Jayabaya, kekacauan
akibat pertentangan dengan Jenggala terus berlangsung. Baru pada tahun 1135
Masehi Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya
kata-kata panjalu jayati pada Prasasti Hantang. Setelah Kerajaan stabil, Raja
Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya. Kehidupan Kerajaan Kediri
menjadi teratur. Rakyat hidup makmur.
Mata pencaharian yang penting adalah
pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga
berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh. Armada
laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah ada
Senopati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut).Bahkan Kerajaan Sriwijaya yang
pernah mengakui kebesaran Kerajaan Kediri, yang telah mampu mengembangkan
pelayaran dan perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain adalah
emas, perak, kayu, gading, pinang, dan cendana.
Kesadaran rakyat tentang pajak sudah
tinggi. Rakyat menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada
pemerintah. Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa
dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah
mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Dalam
perkawinan ,keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya
berpakaian sutera, memakai sepatu, dan perhiasan emas. Rambutnya disanggul ke
atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai
700 prajurit.
Di bidang kebudayaan, yang menonjol adalah perkembangan
seni sastra dan pertunjukan wayang. Di Kerajaan Kediri dikenal adanya wayang
panji. Adapun beberapa karya sastra yang terkenal adalah sebagai berikut:
1) Kitab
Baratayuda
Kitab
Baratayuda ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya
perang saudara antara Panjalu (Kediri) melawan Janggala. Perang saudara itu
digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing
merupakan keturunan Barata.
2) Kitab
Kresnayana
Kitab
Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai
perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3) Kitab
Smaradahana
Kitab
Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Empu Darmaja. Isinya
menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewi
Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati kena kutuk dan mati terbakar oleh api
(dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua suami istri itu
dihidupkan kembali dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
4) Kitab
Lubdaka
Kitab
Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang
seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia
mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang
semestinya masuk neraka, menjadi masuk surge.
Raja yang terakhir memerintah di Kerajaan Kediri adalah
Kertajaya atau Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan
antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku
sombong dan berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di
Kediri. Para brahmana kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang
merupakan penguasa di Tumapel. Pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok dengan dukungan
kaum brahmana menyerang Kerajaan Kediri. Kerajaan Kediri dapat dikalahkan oleh
Ken Arok.
8.Masa Kejayaan Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan Kediri mencapai puncak
kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin
meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah
Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau
Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat
ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun
1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja
Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni
sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan
Kediri semakin disegani pada masa itu.
9.Sejarah Kemunduran/Kehancuran Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan
Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakertagama. Pada tahun 1222
Kertajaya sedang berselisih melawan kaum Brahmana, perselisihan ini terjadi
karena Raja Kertajaya memerintahkan kaum Brahmana untuk menyembah dia sebagai
raja, namun para kaum Brahmana menolak dan kemudian meminta perlindungan Ken
Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel
yang merupakan daerah bawahan Kediri. Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi
dekat Desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya.
Dengan demikian, berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang sejak saat itu kemudian
menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri
menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat
Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha
digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya
digantikan putranaya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang
memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam
masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah
berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri,
namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan
oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri
ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan
Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup
berdampingan. Pada tahun 1052 Masehi terjadi peperangan perebutan kekuasaan di
antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan
Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa
raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 Masehi yang memerintah adalah
Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenai Kerajaan
Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 Masehi tampil Kerajaan Panjalu
sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan
Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
Pada tahun 1117 Masehi
Bameswara tampil sebagai Raja Kediri. Prasasti yang ditemukan, antara lain
Prasasti Padlegan (1117 M) dan Prasasti Panumbangan (1120 M).Isinya yang
penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa.
Kemudian pada tahun 1135
Masehi tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan
tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M),Prasasti
Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M).Prasasti Hantang memuat tulisan
panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan
Panjalu atas Jenggala. Raja Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan
di Kerajaan.
Di kalangan masyarakat Jawa,nama Jayabaya sangat dikenal
karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya
telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh
Empu Panuluh.