Sejarah Kerajaan Samudra Pasai Beserta Gambar dan Penjelasannya Terlengkap
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo
sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers semua. Artikel
yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sejarah
Kerajaan Samudra Pasai Beserta Gambar dan Penjelasannya Terlengkap
1.Sejarah Latar Belakang Munculnya atau Berdirinya Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan
kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan
berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil dari proses Islamisasi
daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad
ke-7, ke-8, dan seterusnya. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh.
Kerajaan Samudra Pasai merupakan gabungan dari kerajaan Pase dan Peurlak.
Pasai merupakan kerajaan besar,
pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di
kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang
baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa
oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi.
Ada sejumlah sumber tertulis yang
menjelaskan tentang berdirinya Kerajaan Samudra Pasai, diantaranya yaitu dua berasal
dari Nusantara, beberapa dari Cina, satu dari Arab, satu dari Italia, dan satu
dari Portugis. Sumber Nusantara antara lain Hikayat Raja Pasai (HRP) dan
Sejarah Melayu (SM). Sumber Cina antara lain Ying-yai Sheng-lan dari Ma Huan,
berita Arab dari Ibn Battutah, kisah pelayaran Marko Polo dari Italia.
Sedangkan sumber yang berasal dari Portugis ialah Suma Oriental-nya Tome Pires.
Naskah HRP diduga berasal dari
sekitar tahun 1383-90 (Hill, 1960: 41), atau sekurang-kurangnya akhir abad
ke-14 atau awal abad ke-15 (Jones, 1987: v). HRP dianggap sebagai karya
historiografi Melayu tradisional tertua, namun hingga saat ini naskah yang
sampai hanya satu yaitu yang dikenal sebagai naskah Raffles Malay no. 67 dan
sekarang tersimpan di The Royal Asiatic Siciaty, London. Naskah itu berasal
dari Jawa pada tahun 1815 pada masa Raffles menjadi letnan gubernur jenderal.
Berdasarkan isinya, HRP dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu:
Mengenai pembukaan Negeri Samudra dan Pasai serta
raja-raja yang pertama yang telah memeluk agama Islam.
Cerita mengenai perkembangan keadaan
di Pasai, yaitu raja Ahmad dari Pasai secara langsung atau tidak membunuh
anak-anaknya, hal yang akhirnya mengakibatkan serangan angkatan laut Majapahit
terhadap Pasai, yang dikalahkan dan kemudian takluk kepada Majapahit.
Cerita kemenangan angkatan Majapahit
di kepulauan Indonesia, dan cerita percobaannya yang gagal untuk menaklukkan
daerah Minangkabau. (Roolvink 1986: 19). Dibandingkan dengan HRP, naskah SM
yang sampai kepada kita ada beberapa buah naskah aslinya diduga berasal dari
awal abad ke-17, mengingat peristiwa terakhir yang dikisahkan dalam SM terjadi
sebelum tahun 1613 (Hsu Yun Tsiao, 1986: 41). Dalam SM, kisah mengenai Pasai
(dan Samudra) terdapat dalam cerita yang ketujuh, kedelapan, dan kesembilan
(Teeuw dan Situmorang, 1952). Pada umumnya para pakar berpendapat bahwa SM
dalam beberapa bagian mendasarkan uraiannya kepada HRP (de Jong, 1986: 60).
Sedangkan dalam berita Cina, memang
tidak ada berita yang secara langsung menyebut Pasai, walaupun yang menyinggung
kata samudra dan beberapa daerah lain di Sumatra bagian utara agak banyak
ditemukan, namun mengingat pada masa para ahli tarikh atau musafir Cina itu
hidup sezaman dengan masa berkembangnya Kerajaan (Samudra) Pasai, tidaklah
terlalu dapat disalahkan jika para peneliti cenderung menyesuaikan berita itu
dengan Pasai (Groeneveldt, 1960: 144). Seperti umumnya berita Cina, uraian
tentang “Pasai” itu terutama berkenaan dengan berbagai keadaan alam dan
keanehan adat atau tata kehidupan masyarakat yang berbeda dengan tata kehidupan
masyarakat Cina.
Seorang tokoh Portugis bernama Tome
Pires pernah singgah di beberapa daerah di Nusantara pada tahun 1512-1515. Ia
mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diketahuinya mengenai daerah yang
disinggahinya itu. Ia mencatat bahwa pada saat itu Pasai masih berdiri.
Laporannya tentang Pasai dan bandar-bandar di Sumatra Utara cukup memberikan
gambaran mengenai daerah itu, yaitu meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
penduduk, kota, perdagangan, uang, dan bahkan pajak yang terdapat di Pasai.
Berita Marko Polo pada tahun 1292
dan Ibn Battutah pada tahun 1346 juga tidak secara langsung berkenaan dengan
Pasai. Hanya saja pada saat itu mereka melakukan pelayaran pada masa Pasai
berdiri. Bukti yang paling populer dan paling
mendukung berdirinya kerajaan Samudra Pasai adalah adanya nisan kubur yang
terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa
raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 969 H, yang
diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari segi politik, munculnya
kerajaan Samudra Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim
kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatra
dan sekitarnya.
2.Awal Masuknya Islam Di Kerajaan Samudra
Pasai
Kedatangan Islam di berbagai daerah
Indonesia tidaklah bersamaan. Sekitar abad ke-7 dan 8, Selat Malaka sudah mulai
dilalui oleh pedagang-pedagang Muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di
Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada
abad-abad tersebut diduga masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanton maupun di
daerah Sumatera.
Di Sumatera, daerah yang pertama
kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir Samudera. Penyebabnya
terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari Arab, Mesir,
Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di
Sumatera yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di
pesisir Timur Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di
Perlak, yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam di Pasai
mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan masyarakat. Di Pasai agama
Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan atau pedalaman
melainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan. Dalam perkembangan
selanjutnya, berdirilah kerajaan Samudera Pasai.
Samudera Pasai didirikan oleh
Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin Al-Kamil adalah seorang laksamana
angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia ditugaskan
untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia
mendirikan kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan Lada. Dinasti Fatimiyah
merupakan dinasti yang beraliran paham Syiah, maka bisa dianggap bahwa pada
waktu itu Kerajaan Pasai juga berpaham Syiah. Akan tetapi, pada saat ada
ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan Sampar Kiri sang laksamana Nizamudin
Al-Kamil gugur.
Setelah keruntuhan dinasti Fatimiyah
yang beraliran Syiah pada tahun 1284, dinasti Mamuluk yang bermadzhab Syafi’I
berinisiatif mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain untuk
menghilangkan pengaruh Syiah, penaklukan ini juga bertujuan untuk menguasai
pasar rempah-rempah dan lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail bersama
Fakir Muhammad menunaikan tugas tersebut. Mereka akhirnya dapat merebut Pasai.
Selanjutnya dinobatkanlah Marah Silu sebagai raja Samudera Pasai yang pertama
oleh Syekh Ismail. Setelah Marah Silu memeluk Islam dan dinobatkan menjadi
raja, dia diberi gelar “Malikus Saleh” pada tahun 1285. Nama ini adalah gelar
yang dipakai oleh pembangunan kerajaan Mamuluk yang pertama di Mesir yaitu “Al
Malikus Shaleh Ayub”.
Ada kisah-kisah menarik yang
diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Marah Silu. Kisah-kisah ini nyaris
di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah yang
menaubatkan berdirinya kerajaan Samudera Pasai ataupun kisah Merah Silu yang
tanpa diajari siapapun mampu membaca Al Quran 30 juz dengan sempurna. Terlepas
dari itu, Malik As Saleh kemudian berpindah paham, dari Syiah menjadi paham
Syafi’i. Maka aliran paham di Kerajaan Samudera Pasai yang semula Syiah berubah
menjadi paham Syafi’I yang sunni.
3.Komposisi dan Struktur Masyarakat Pasai
Dalam HRP, komposisi masyarakat yang
disebutkan terdiri atas raja, orang besar-besar, sultan, perdana menteri, nata,
menteri bentara, pegawai, sida-sida, bendahari, penggawa, patih, tumenggung,
demang, ngabehi, lurah, bebekal petinggi, bala tentara, lasykar, hulubalang,
pahlawan, panglima, pendekat, senapati, hamba sahaya, rakyat, orang tuha-tuha,
gundik, dayang-dayang, binti perwara, fakir, miskin, inangda pengasuh, orang
berbuat bubu, juara bermain hayam, orang menjala ikan, orang benjaga, orang
berlayar, orang pekan, seorang tuha dalam surau, nahkoda, ahlul nujum, yogi,
guru, dan pendeta.
Sedangkan dalam SM, komposisi
masyarakat terdiri dari raja, tuanya menteri, sultan, orang besar-besar,
mangkubumi (di negeri), pegawai, bentara, hulubalang, gahara, gundik, fakir,
miskin rakyat, dayang-dayang, hamba, orang menahan lukah, orang berburu, dan
nahkoda.
4.Silsilah Raja Samudra Pasai
Antara tahun 1290 dan 1520
kesultanan Pasai tidak hanya menjadi kota dagang terpenting di selat Malaka,
tetapi juga pusat perkembangan Islam dan bahasa sastra Melayu. Selain
berdagang, para pedagang Gujarat, Persia, dan arab menyebarkan agama Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam tradisi lisan dan Hikayat Raja-raja Pasai, raja
pertama kerajaan Samudra Pasai sekaligus raja pertama yang memeluk Islam adalah
Malik Al-Saleh yang sekaligus juga merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu
dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan
juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan para sarjana Barat
terutama Belanda seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J.
Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai
disebutkan gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah
Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail, seorang utusan
syarif Makkah yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan itu
didapatkan di Gampong Samudra bekas kerajaan Samudra Pasai tersebut.
Merah Selu adalah putra Merah Gajah.
Nama Merah Gajah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatra Utara. Selu
kemungkinan berasal dari kata sungkala yang aslinya juga berasal dari sanskrit
Chula. Kepemimpinannya yang menonjol membuat dirinya ditempatkan sebagai raja. Dari hikayat itu pula, dijelaskan
bahwa tempat pertama yang dijadikan sebagai pusat kerajaan Samudra Pasai adalah
Muara Sungai Peusangan yaitu sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di
sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu serta kapal-kapal
mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Di muara sungai itu ada dua
kota yang letaknya berseberangan yaitu Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak
agak lebih ke pedalaman, sedangkan Pasai terletek lebih ke muara. Di tempat
terakhir inilah banyak ditemukan makam-makam para raja.
Dalam berita Cina dan pendapat Ibn
Batutah yang merupakan pengembara terkenal asal Marokko, dari Delhi mengatakan
bahwa pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/1345 M) ia melakukan
perjalanan ke Cina. Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik
Al-Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh. Menurut sumber-sumber Cina, pada awal
tahun 1282 M kerajaan kecil Sa-mu-ta-la (Samudra) mengirim kepada raja Cina
duta-duta yang disebut dengan nama-nama muslim yaitu Husein dan Sulaiman. Ibnu
Batutah juga menyatakan bahwa Islam sudah hampir satu abad lamanya disiarkan di
sana. Ia juga meriwayatkan kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan
rajanya yang seperti rakyatnya, yaitu mengikuti mahzab Syafi’i. Dalam bertinya
juga dijelaskan bahwa kerajaan Samudra Pasai pada saat itu merupakan pusat
studi agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam
untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.
Dari uang dirham yang ditemukan di
kerajaan ini, dapat diketahui nama-nama raja beserta urutannya, karena dalam
mata uang-mata uang yang ditemukan itu terdapat nama-nama raja yang pernah
memerintah kerajaan ini[4]. Adapun
urutannya adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama Raja
|
Tahun Pemerintahan
|
1.
|
Sultan Malik Al-Saleh
|
Sampai tahun 1207 M
|
2.
|
Muhammad Malik Al-Zahir
|
1297-1326 M
|
3.
|
Mahmud Malik Al-Zahir
|
1326-1345 M
|
4.
|
Manshur Malik Al-Zahir
|
1345-1346 M
|
5.
|
Ahmad Malik Al-Zahir
|
1346-1383 M
|
6.
|
Zain Al-Abidin Malik AL-Zahir
|
1383-1405 M
|
7.
|
Nahrasiyah
|
1402-? M
|
8.
|
Abu Zaid Malik Al-Zahir
|
?-1455 M
|
9.
|
Mahmud Malik Al-Zahir
|
1455-1477 M
|
10.
|
Zain Al-Abidin
|
1477-1500 M
|
11.
|
Abdullah Malik Al-Zahir
|
1501-1513 M
|
12.
|
Zain Al-Abidin
|
1513-1524 M
|
Pada abad ke
14 wilayah Kesultanan Samudera Pasai menuai masa kejayaan. Kejayaan itu di
buktikan dengan kemampuan kesultanan samudera pasai membuat mata uang emas pada
masa Sultan Malik Al Zahir (1297-1326) pada abad ke 13. Bisa disebutkan mata
uang Samudera Pasai adalah mata uang emas pertama yang dikeluarkan nusantara
oleh kerajaan islam dengan oranamen islam (tulisan arab) yang tertulis dalam
sisi atas dan sisi bawah, karena pada masa itu kerajaan nusantara lain baru
mengeluarkan mata uang dari perak. Ada yang menyebutkan bahwa mata uang ini
sangat halus pengerjaanya dibandingkan mata uang logam perak di Jawa.
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung
sampai tahun 1524 M. Kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya
selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh yaitu Ali
Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh
kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
5.Perekonomian Kerajaan Samudra Pasai
Dalam kehidupan perekonomiannya,
kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya
adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan serta
pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan
memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Kerajaan ini menjadi pusat
perdagangan internasional pertama untuk mengekspor sutera dan lada. Hubungan
dagang antara Pasai dan Jawa berkembang pesat. Para pedagang Jawa membawa beras
ke Pasai, dan sebaliknya dari kota pelabuhan ini mereka mengangkut lada ke
Jawa. Di Samudra Pasai, para pedagang Jawa mendapat hak istimewa, dibebaskan
dari bea dan cukai.
Dalam catatan Tome Pirse di Pasai
ada mata uang dirham. Diceritakan juga bahwa setiap kapal yang membawa
barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Dalam catatannya juga disebutkan
bahwa Pasai mengekspor lebih kurang 8.000-10.000 bahan lada per tahun, atau
15.000 bahar bila panen besar. Selain lada, Pasai juga mengekspor sutera,
Cara pembuatan sutera diajarkan
orang Cina kepada penduduk Pasai. Pada saat itu, jika ditinjau dari segi
geografis dan sosial ekonominya Samudra Pasai memang merupakan suatu daerah
yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang ada di
kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Hal itu menyebabkan Samudra Pasai
menjadi pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang pada saat itu membuktikan
bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang makmur.
Samudra Pasai sebagai pelabuhan
dagang yang maju, mengeluarkan mata uang dirham berupa uang logam emas. Saat
hubungan dagang antara Pasai dan Malaka berkembang setelah tahun 1400, pedagang
Pasai menggunakan kesempatan mengenalkan dirham ke Malaka. Raja pertama Malaka,
Prameswara, menjalin persekutuan dengan Pasai tahun 1414 memeluk Islam dan
menikah dengan putri Pasai. Uang emas dicetak di awal pemerintahan Sultan
Muhammad (1297-1326) dan pengeluaran uang emas harus mengikuti aturan sebagai
berikut. Seluruh Sultan Samudra Pasai perlu menuliskan frasa al-sultan al-adil
pada dirham mereka.
Mata uang dirham dari Samudra Pasai itu pernah diteliti oleh H.K.J
Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut
menggunakan nama-nama Sultan, diantaranya yaitu Sulatan Alauddin, Sultan
Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada tahun 1973 M,
ditemukan lagi 11 mata uang dirham, diantaranya bertuliskan nama Sultan
Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah yang semuanya
merupakan raja-raja Samudra Pasai pada abad ke-14 M dan 15 M.
6.Proses Berkembangnya Kerajaan Samudra
Pasai di Segala Bidang
Dengan timbulnya
Kerajaan Samudra Pasai maka Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra
Pasai tampil sebagai bandar dagang utama di pantai timur Sumatra Utara. Samudra
Pasai tidak hanya menjadi pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga
sebagai pusat pengembangan agama Islam bermazhab Syafi’i.
Pada
masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab
Syafi’i. Awalnya Sultan Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa
dari pedagang-pedagang Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad 12.
Pedagang-pedagang Gujarat bersama-sama pedagang Arab dan Persia menetap di situ
dan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan
Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan Samudra Pasai di muara Sungai
Pasai. Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah menjadi
memeluk Islam bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail yang merupakan utusan
Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i. Pada masa pemerintahan
Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat kunjungan dari Marco Polo.
a. Kehidupan Politik
Raja
pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar
sultan Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa
pemerintahan Sultan Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga
Negara yang teratur dengan angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun
demikian, secara politik kerajaan Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan
Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malik al saleh menunjuk anaknya sebagai
raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik Al Zahir I (1297-1326), Pada
masa pemerintahannya samudra pasai berhasail menaklukkan kerajaan islam Perlak.
Setelah
sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan
ahmad laikudzahir yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348)
b. Kehidupan Ekonomi
Karena
letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas mayarakat untuk
terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar –
bandar yang digunakan untuk:
a) Menambah
perbekalan untuk pelayaran selanjutnya
b) Mengurus
soal – soal atau masalah – masalah perkapalan
c) Mengumpulkan
barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
d) Menyimpan
barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia
Tahun
1350 M merupakan masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga
merupakan masa kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga
berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri
dari ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
Perkembangan
ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga selalu
menjadi perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya.
Setelah Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka.
c. Kehidupan Sosial
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan
okum – okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan
kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan
inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
7.Raja- raja yang Berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai ini merupakan kerajaan islam kedua sesudah Perlak. Sumber-sumber
sejarah mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan
pertama. Disamping Hikayat, berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga
meninggalkan peninggalan arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi
utama mengenai telah berdirinya kerajaan ini.
Menurut
buku Daliman, Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh. Hal
ini diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya
yang menyatakan bahwa sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan
676 tahun sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan
Marcopolo ke negeri ini dalam perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi
dari hikayat raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh.
Sebelum menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah
dan bernama Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah
Putri Betung. Putri Betung mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut
pirang itu dibantun oleh Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah putih
itu berhenti mengalir, maka menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu didengar
oleh ayah angkat Putri Betung ialah Raja Muhammad. Raja Muhammad karena marah
segera mengerahkan orang-orangnya untuk mencari dan menangkap Marah Gajah.
Marah Gajah yang takut karena kehilangan Putri Betung menyingkir dan meminta
perlindungan dari ayah angkatnya pula yang bernama Raja Ahmad. Ternyata Raja
Muhammad dan Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi karena peristiwa
Putri Betung d atas, maka kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya
tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri
Betung meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka
berdua meninggalkan tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum
kemudian menjadi raja Biruen. Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba
Jirun dan menjadi raja di situ. Marah Slu mendirikan istana kerajaannya di atas
bukit yang banyak didiami oleh semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya
disebut Semut Dara (Samudra). Itulah sebabnya maka negara itu kemudian
dinamakan negara Samudra.
Semula
Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui
bahwa agama Islam yang berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu
adalah agama Islam aliran Syi’ah.
Untuk
melenyapkan pengaruh Syi’ah dan untuk kemudian mengembangkan Islam mahzab
Syafi’i di pantai timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliranmahzab
Syafi’i pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra Utara
bersama Fakir Muhammad, bekas ulama di pantai barat India. Di Samudra Pasai,
Syekh Ismail berhasil menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk
memeluk agama Islam mahzab Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu
sebagai Sultan pertama di kerajaan Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik
Al-Saleh. Pengikut Marah Silu yang bernama Sri Kaya dan Bawa Kaya ikut juga
masuk mahzab Syafi’i dan berganti nama pula menjadi Sidi Ali Khiauddin dan Sidi
Ali Hassanuddin.
Penobatan
Marah Silu sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini
didasarkan atas beberapa pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal
pada 1297 ia digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal
dengan Sultan Malik Al Tahir yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia
digantikan oleh Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa
pemerintahan beliau Samudra Pasai juga mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah.
Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi
di India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan
perjalanannya ke Cina sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu
Batutah kita dapat mengetahui bagaimana peranan Samudra Pasai ketika
perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan di pantai timur Sumatra
Utara, Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal dari India, Cina, dan
dari daerah-daerah lain di Indonesia. Di bandar tersebut kapal-kapal saling
bertemu, transit, membongkar serta memuat barang-barang dagangannya.
Dalam
sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India dan Persia.
Keraton dan Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya arsitektur India.
Pengaruh Persia dapat terlihat dari gelar-gelar yang digunakan oleh
pemerintahan kerajaan. Raja sendiri menggunakan gelar syah, sedang patihnya
yang mendampingi raja bergelar amir, bahkan di antara pembesar-pembesar
kerajaan terdapat pula orang Persia.
8.Puncak Kejayaan Kerajaan Samudra Pasai
Puncak
Kejayaan Samudra Pasai Puncak kejayaan kerajaan samudra pasai ini ditandai
dengan adanya perkembangan dibidang-bidang kehidupan kerajaan Samudra pasai,
seperti ;
a. Di bidang perekonomian dan perdagangan
Dalam
segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini ditandai dengan sudah
adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat pembayaran yang terbuat
dari emas, uang ini dinamakan Dirham. Selain itu, ditandai juga dengan
berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan internasional
pada masa pemerintahan Sultan Malikul Dhahir, dengan lada sebagai salah satu
komoditas ekspor utama. Saat itu Pasai diperkirakan mengekspor lada sekitar
8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas lain seperti sutra,
kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan hanya
perdagangan ekspor-impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju. Hubungan
dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari
Jawa ditukar dengan lada. Pedagang -pedagang Jawa mendapat kedudukan yang
istimewa di pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
b. Di bidang sosial dan budaya
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan–aturan dan
hukum – hukum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan
kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan
inilah sehingga daerah Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah. Kerajaan
Samudera Pasai berkembang sebagai penghasil karya tulis yang baik. Beberapa
orang berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk
menulis karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa
Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah
Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar
tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi
nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf
al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu
tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
c. Di bidang agama
Sesuai
dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli agama dari Timur
Tengah, telah berperan penting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara.
Berdasarkan hal itu pula, diceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai begitu taat
dalam menjalankan agama Islam sesuai dengan Mahzab Syafi'I dan ia selalu di
kelilingi oleh ahli-ahli teologi Islam. Dengan raja yang telah beragama Islam,
maka rakyat pun memeluk Islam untuk menunjukan kesetiaan dan kepatuhannya
kepada sang raja. Karena wilayah kekuasaan Samudra Pasai yang cukup luas,
sehingga penyebaran agama Islam di wilayah Asia Tenggara menjadi luas.
d. Di bidang politik
Pada
masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin hubungan baik dengan
Cina. Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai untuk mengirimkan
dua orang untuk dijadikan duta untuk Cina yang bernama Sulaeman dan
Snams-ad-Din. Selain dengan Cina, Kerajaan Samudra Pasai juga menjalin hubungan
baik dengan negeri-negeri Timur Tengah. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik
az-Zahir, ahli agama mulai dari berbagai negeri di Timur Tengah salah satunya
dari Persi (Iran) yang bernama Qadi Sharif Amir Sayyid dan Taj-al-Din dari
Isfahan. Hubungan persahabatan Kerajaan Samudra Pasai juga terjalin dengan Malaka
bahkan mengikat hubungan perkawinan.
9.Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai
Pada abad ke-15 kerajaan Samudra
Pasai kehilangan kekuasaan perdagangan atas Selat Malaka, dan kemudian
dikacaukan Portugis pada tahun 1511-20. Akhirnya kerajaan ini dihisab
kesultanan Aceh yang timbul tahun 1520-an. Warisan peradaban Islam
internasionalnya diteruskan dan dikembangkan di Aceh.
Hancur dan hilangnya peranan
Kerajaan Pasai dalam jaringan antarbangsa ketika suatu pusat kekuasan baru
muncul di ujung barat pulau Sumatera, yakni Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan
ini muncul pada abad 16 Masehi. Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Ali
Mughayat Syah kala itu menaklukkan Kerajaan Pasai sehingga wilayah Pasai
dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Darussalam. Kerajaan Islam
Samudera Pasai akhirnya dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh).
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai
sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar Pasai, tetapi lebih
dititikberatkan dalam kesatuan zona Selat Malaka. Walaupun Kerajaan Islam Pasai
berhasil ditaklukkan oleh Sultan Asli Mughayat Syah, peninggalan dari kerajaan
kecil tersebut masih banyak dijumpai sampai saat ini di Aceh bagian utara.
Pada tahun 1524 M setelah Kerajaan
Aceh Menaklukkan Kesultanan Samudera Pasai tradisi mencetak dirham menyebar
ke seluruh wilayah Sumatera, bahkan semenanjung Malaka. Dirham tetap
berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada
tahun 1942.
1)
Faktor Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
a)
Tidak
Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Malik At Tahrir, sistem
pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat
perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan
Eropa berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang
Pulau Jawa juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat
tidak ada penggantinya yang cakap dalam memimpin kerajaan Samudra Pasai dan
terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan
Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai semakin
lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan yang mulai merintis menjadi
sebuah peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut yakni Kerajaan
Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh
Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah
ada di Aceh pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh
Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan
Samudera Pasai. Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin
meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak saat itu, Kesultanan Samudera Pasai
berada di bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.
b)
Terjadi
Perebutan kekuasaan
Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian
Syah malik al Tahir meninggal dunia dan digantikan putranya yang bernama Sultan
Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir. Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal
Abidin ini tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir abad ke-14 Samudra
Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karena terjadinya perebutan kekuasaan,
sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina.
Beberapa faktor yang menyebabkan
runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan sekelompok
orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan kerajaan Samudra
Pasai. Karena pemberontakan ini, menyebabkan beberapa pertikaian di
Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat
pertumpahan darah yang sia-sia.
Untuk mengatasi hal ini, Sultan
Kerajaan Samudra Pasai waktu itu melakukan sesuatu hal yang bijak, yaitu
meminta bantuan kepada Sultan Malaka untuk segera menengahi dan meredam
pemberontakan. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah
ditaklukkan oleh Portugal tahun1521 yang sebelumnya telah menaklukkan Malaka
tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari
kedaulatan Kesultanan Aceh.
2)
Faktor
Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
a)
Serangan
dari Majapahit Tahun 1339
Kejayaan
Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami ancaman dari Kerajaan Majapahit dengan
Gajah Mada sebagai mahapatih. Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan
pada periode 1319-1321 Masehi oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat oleh
Jayanegara. Pada 1331, Gajah Mada naik pangkat menjadi Mahapatih ketika
Majapahit dipimpin oleh Ratu Tribuana Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada
menjadi Mahapatih Majapahit inilah keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah
Palapa, yaitu bahwa Gajah Mada tidak akan menikmati buah palapa sebelum seluruh
Nusantara berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Mahapatih
Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan
Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit khawatir akan pesatnya
kemajuan Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena itu kemudian Gajah Mada
mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit untuk menaklukkan Samudera Pasai.
Desas-desus tentang serangan tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu
Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di kalangan
rakyat di Aceh. Ekspedisi Pamalayu armada perang Kerajaan Majapahit di bawah
komando Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa tahapan.
Serangan
awal yang dilakukan Majapahit di perbatasan Perlak mengalami kegagalan karena
lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Namun, Gajah
Mada tidak membatalkan serangannya. Ia mundur ke laut dan mencari tempat lapang
di pantai timur yang tidak terjaga. Di Sungai Gajah, Gajah Mada mendaratkan
pasukannya dan mendirikan benteng di atas bukit, yang hingga sekarang dikenal
dengan nama Bukit Meutan atau Bukit Gajah Mada.
Gajah
Mada menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan
jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di Lhokseumawe
dan Jambu Air. Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat dilakukan lewat Paya
Gajah yang terletak di antara Perlak dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut
ternyata mengalami kegagalan karena dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera
Pasai. Sementara serangan yang dilakukan lewat jalur laut justru dapat mencapai
istana.
Selain
alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga karena
faktor kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat
Kerajaaan Samudera Pasai telah membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat
menguasai kejayaan itu. Ekspansi Majapahit dalam rangka menguasai wilayah
Samudera Pasai telah dilakukan berulangkali dan Kesultanan Samudera Pasai pun
masih mampu bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan mulai surut seiring
semakin menguatnya pengaruh Majapahit di Selat Malaka.
Hingga
menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan
peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan dengan luar
negeri. Para ahli sejarah yang menumpahkan minatnya pada perkembangan ekonomi
mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan sebagai
sentrum kegiatan dagang internasional di nusantara semenjak peranan Kedah
berhasil dipatahkan.
Namun,
kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yang sebelumnya sangat penting dalam
arus perdagangan di kawasan Asia Tenggara dan dunia mengalami kemerosotan
dengan munculnya bandar perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu Bandar Malaka
segera menjadi primadona dalam bidang perdagangan dan mulai menggeser kedudukan
Pasai. Tidak lama setelah Malaka dibangun, kota itu dalam waktu yang singkat
segera dibanjiri perantau-perantau dari Jawa.
Akibat
kemajuan pesat yang diperoleh Malaka tersebut, posisi dan peranan Kerajaan
Samudera Pasai kian lama semakin tersudut, nyaris seluruh kegiatan
perniagaannya menjadi kendor dan akhirnya benar-benar patah di tangan Malaka
sejak tahun 1450. Apalagi ditambah kedatangan Portugis yang berambisi menguasai
perdagangan di Semenanjung Melayu. Orang-orang Portugis yang pada 1521 berhasil
menduduki Kesultanan Samudera Pasai.
b) Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya
Lebih Strategis
Tercatat,
selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu
kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Pasai
menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu
komoditas ekspor utama.
Letak
geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera
bagian utara berdekatan dengan jalur pelayaran internasional (Selat Malaka).
Letak Kerajaan Samudera Pasai yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat
untuk terjun langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan
bandar - bandar yang digunakan untuk:
1. Menambah
perbekalan pelayaran selanjutnya
2. Mengurus
masalah – masalah perkapalan
3. Mengumpulkan
barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4. Menyimpan
barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
Namun
Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat perdagangan ke
Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar Malaka menjadi ramai karena letaknya
yang lebih strategis dibanding bandar-bandar di Samudra Pasai.
c)
Serangan
Portugis
Orang-orang
Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini
karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan)
dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai
runtuh. Sebelumnya memang orang-orang Portugis telah menaklukkan kerajaan
Malaka, yang merupakan kerajaan yang sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan
menjalin hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.
Orang-orang
Portugis datang ke Malaka, karena telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka
merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru
angin. Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan
mengingat peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing
yang hendak masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir
abad ke-15 dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari Arab, India, Asia
Tenggara dan saudagar-saudagar Indonesia. Hal ini sangat menarik perhatian
orang-orang Portugis.
Maksud
Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan melalui
selat Malaka. Kedatangan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de
Squeira ke Malaka atas perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat
perjanjian-perjanjian dengan penguasa-penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian
ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan
kedua belah pihak. Jadi semboyan orang-orang Portugis untuk meluaskan daerah
pengaruhnya tidak hanya bermotif penyebaran agama akan tetapi terutama motif
ekonomi.
10.Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai
1) Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai diyakini pernah berjaya dibuktikan dengan beberapa peninggalan
dari kerajaan tersebut. Sayangnya, kerajaan Samudra Pasai tidak banyak
meninggalkan batu prasasti sebagai peninggalan bersejarah. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah setempat terhadap
bukti- bukti peninggalan sejarah. Peneliti independen dari pusat informasi
Samudra Pasai Heritage Lhouksemawe, Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan
bersejarah Kerajaan Samudera Pasai tersebar di hampir seluruh wilayah Aceh,
khususnya Aceh Utara. Namun, sampai saat ini belum ada upaya untuk menggali dan
meneliti peninggalan bersejarah tersebut. Umumnya peninggalan bersejarah
Samudera Pasai berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas.
(Mohamad Burhanuddin,2011).
Sekelompok
minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama
Islam, untuk menulis karya mereka
dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara
karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini
diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. Hikayat Raja Pasai ini dapatlah
dibagi menjadi tiga bagian yaitu mengenai asal usul pembukaan negeri-negeri
Pasai dan Samudera, pengislaman Merah Silau dan kejatuhan kerajaan Pasai ke
Majapahit. Hikayat Raja Pasai ini juga berisi kisah-kisah mitos
seperti kelahiran Puteri Buluh Betung, mitos pembukaan negeri Samudera (semut
besar), silsilah raja-raja Majapahit dan legenda tokoh-tokoh Tun
Beraim Bapa, Sultan Ahmad dan Sultan Malikul Saleh yang seharusnya dipercayai
dalam wujud realiti sejarah Samudera-Pasai. HRP menandai dimulainya
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.
Sejalan
dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya
Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh
Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas
mencerminkan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudra Pasai dalam
posisinya sebagai pusat pertumbuhan Islam di Asia Tenggarapada masa itu.
Samudera
Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para
saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia.
Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera
Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan
secara resmi di kerajaan tersebut. Uang dirham juga menjadi peninggalan
kerajaan Samudra Pasai yang menandakan kekuatan ekonomi pada saat
itu. Pada satu sisi dirham atau mata uang emas itu tertulis;
Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak nama Al-Sultan
Al-Adil. Diameter Dirham itu sekitar 10 mm dengan berat 0,60 gram dengan kadar
emas 18 karat.
Di
samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam. Banyak makam – makam para pemimpin
kerajaan Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya kerajaan Samudra
Pasai. Beberapa makam terseut adalah :
a.
Makam Sultan Malik
AL-Saleh
Makam
Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km
sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.
b.
Makam Sultan Maulana
Al Zhahir
Malik
Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera Pasai sejak 1287
hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak bersebelahan dengan makam
Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan Sultan Malik
Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H
atau 9 November 1326.
c.
Makam Nahriyah
Nahrisyah
adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan
tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta dengan
sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu
mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa
tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km
sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh . Surat
Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya.
Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat
285 286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya, “Inilah makam
yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu
bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad
Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).
d.
Makam Teungku Sidi
Abdullah Tajul Nillah
Teungku
Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan cicit
dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya ( Irak ) karena diserang
oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera Pasai dan
mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan Menteri Keuangan.
Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya terbuat dari
marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang ditulis melingkar pada
pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya tertera kalimat Bismillah serta
surat At-Taubah ayat 21-22.
e.
Makam Naina Hasanuddin
Naina
Hasamuddin wafat pada bulan Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam beliau terletak di
Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam
terdapat 12 batu pusara. Situs makam ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat
Kursi di atas batu pualam, ditambah dengan sepotong sajak berbahasa Parsi
berisikan petuah mati bagi yang hidup, Sajak tersebut ditulis penyair Iran
Syech Muslim Al-Din Sa’di (1193-1292) yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim
Alfian: Tiada terhitung bilangan tahun melintasi bumi, Laksana mata air
mengalir dan semilir angin lalu, Bila kehidupan hanyalah seperangkat kumpulan
hari-hari manusia, Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat!
Jika kau lewat makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama
jua akan menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu akan
merasuki tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya.
Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, Esok hari jasadnya yang
terkubur hanya tinggal menguap.
Dunia sarat persaingan
dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa daya.
Demikianlah
sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah Barang siapa
memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus
menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi
bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa
hambamu-Mu yang malang dan tak berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami,
sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
f.
Makam Perdana Menteri
Situs
ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang Perdana Menteri
pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya digelar Makam Perdana
Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H (Agustus 1252 M). Di lokasi
ini terdapat 8 buah batu pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m. Nisannya
bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat Yasin ayat
78-81.
g.
Makam Teungku Peuet
Ploh Peuet
h.
Makam Said Syarif
i.
Makam
Teungku Diboih
Makam
Teungku Di Iboih adalah milik Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog
berpendapat bahwa makam ini lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini
terletak di Gampông Mancang, Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota
Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari
ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.
j.
Makam Batte
Makam ini merupakan situs
peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada
Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M.
Lokasi
di desa Meucat Kecamatan Samudera ± sebelah Timur Kot Lhokseumawe. Diantara
nisan-nisan tersebut ada yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri
dari surat Yasin, Surat Ali Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat
Al-Hasyr.
Berikut ini juga merupakan beberapa peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Berikut ini juga merupakan beberapa peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
a) Lonceng Cakra
Donya, lonceng
tersebut terbuat dari besi yang berbentuk seperti stupa dan dibuat oleh China
pada tahun 1409 M. Pada bagian lonceng terdapat beberapa ukiran aksara Arab dan
China yang sangat indah. Lonceng tersebut diberikan oleh kaisar China ke
raja Samudera Pasai pada waktu itu.
b) Koin Dirham, koin ini
digunakan sebagai mata uang Kerajaan Samudera Pasai. Selain itu koin tersebut
juga terbuat dari beberapa campuran antara emas, perak dan
tembaga. Disalah satu dari koin tersebut terdapat aksara Arab yang
bertuliskan Muhammad Malik Az-Zahir dan di sisi lainnya bertuliskan Al-Sultan
Al-Adil.
c) Naskah Surat
Sultan Zainal Abidin, surat ini ditulis oleh Sultan Zainal Abidin dan
diberikan kepada Kapten Moran sebelum ia meninggal. Surat tersebut ditulis pada
tahun 1518 M dengan menggunakan aksara Arab. Naskah surat tersebut berisi
tentang keadaan Samudera Pasai pada abad ke 16 M, tepatnya saat Portugis
berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511 M.
d) Makam Raja Pasai, para raja-raja Kerajaan Pasai juga termasuk dalam
salah satu peninggalan yang paling bersejarah. Untuk saat ini makam tersebut
dijadikan sebagai tempat wisata religi. Makam tersebut terletak disekitar
komplek makam raja Samudera Pasai, di desa Beuringin, kecamatan Samudera.
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Sejarah Kerajaan Samudra Pasai Beserta
Gambar dan Penjelasannya Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini bermanfaat sudi
kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel ini untuk
menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam Edukasi…