Berdasarkan
sikap yang ditunjukkannya budaya politik dapat dibedakan menjadi berikut:
1.Budaya Politik Militan
Budaya politik militan adalah suatu budaya politik dimana
perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha
kurang baik dan menantang. Bila terjadi krisis, maka yang dicari adalah kambing
hitamnya, bukan suatu upaya dalam mencari apa yang menjadi penyebab krisis
tersebut bisa terjadi. Di dalam budaya politik militan masalah pribadi selalu
sensitif dan membakar emosi.
2.Budaya Politik Toleransi
Budaya politik toleransi adalah suatu
jenis budaya politik dimana pola pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang
harus dinilai, berusaha mencari konsensus wajar yang mana selalu membuka pintu
untuk bekerja sama. Sikap netral dan kritis terhadap ide orang lain, tetapi bukan
curiga terhadap orang lain tersebut.
Jika pernyataan umum dari pimpinan
masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan
menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja
sama. Pernyataan dengan jiwa toleransi hampir selalu mengundang kerja
sama. Sedangkan untuk tipe-tipe budaya politik yang berkembang di masyarakat
menurut pengklasifikasian Gabriel Almond adalah sebagai berikut:
Budaya politik parokial biasanya terdapat
pada sistem politik yang tradisional dan sederhana dengan ciri khas
spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik belum
memiliki pengkhususan tugas. Masyarakat
yang menganut budaya politik parokial tidak mengharapkan apapun dari
sistem politik termasuk melakukan perubahan-perubahan.
Budaya Politik Parokial Biasanya Terjadi Pada Masyarakat Tradisional |
Ciri-Ciri Budaya Politik Parokial:
a)
Budaya politik
parokial ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan sederhana. Dan tingkat partisipasi politiknya masih sangat rendah karena disebabkan oleh faktor kognitif seperti pendidikan yang rendah.
b)
Kesadaran anggota
masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam masyarakatnya
cenderung rendah. Dan kesadaran anggota masyarakat yang kurang menonjol terhadap bidang politik.
c)
Warga masyarakat
cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali
yang ada di sekitarnya.
d)
Belum terlihat
peran-peran politik yang khusus dan adapun peran politik yang dilakukan serempak bersamaan dengan peran
ekonomi, keagamaan, dan lain-lain. Warga masyarakat
tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem
politik tempat ia berada.
Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac
Andrews, budaya politik kaula atau sering juga disebut budaya politik subjek
menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat
pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik
politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan.
Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang tinggi terhadap
sistem politiknya. Namun perhatian dan intensitas akan orientasi mereka terhadap
aspek masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal ini
tentu menunjukkan bahwasanya telah adanya otoritas dari pemerintah. Posisi
kaula/subjek tidak ikut menentukan apa-apa terhadap perubahan
politik. Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya
untuk mempengaruhi atau mengubah sistem.
Dengan demikian, secara umum mereka
menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang
berwenang dalam masyarakat .Bahkan rakyat memiliki keyakinan bahwa apapun
keputusan kebijakan pejabat adalah mutlak, tidak dapat dikoreksi, apalagi
ditentang. Prinsip yang dipegang oleh masyarakat yang menganut budaya politik
kaula/subjek adalah mematuhi perintah, menerima keputusan, loyal dan setia
terhadap anjuran perintah serta kebijakan penguasa. Adapun ciri-ciri dari budaya
politik kaula/subjek ini adalah sebagai berikut:
Masyarakat Yogyakarta yang cenderung menerapkan budaya politik kaula |
Ciri-Ciri Budaya Politik Kaula/Subjek:
a)
Warga masyarakat
menyadari sepenuhnya akan otoritas pemerintah sebagai pemegang kekuasaan.
b)
Anggota
masyarakat hanya bersikap menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai
sesuatu yang tidak boleh dikoreksi apalagi untuk ditentang.
c)
Sikap warga
masyarakat sebagai aktor politik cenderung pasif artinya ialah warga tidak
mampu berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
d)
Warga memiliki
kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik yang ada pada umumnya dan
terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya terhadap input
dan kesadarannya sebagai aktor politik masih rendah
e)
Tidak banyak
warga yang memberi masukan maupun tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka
cukup puas saja untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
3.Budaya Politik Partisipan
Tingkat partisipasi politik yang sangat tinggi pada budaya politik partisipan |
Budaya politik partisipan ditandai oleh
anggota masyarakat yang aktif dalam segala kehidupan politik yang ada. Setiap
orang sadar dengan sendirinya akan setiap hak dan tanggung jawabnya sebagai
aktor politik. Seseorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai dengan
penuh kesadaran sistem politik secara totalitas, input, dan output maupun posisi
dirinya dalam politik. Dengan demikian, maka setiap anggota masyarakat terlibat
dalam sistem politik yang berlaku walaupun itu betapa kecilnya peran yang
dijalankannya. Budaya politik partisipan dalam pemahaman yang demikian tidak
lain merupakan suatu wujud dari dilaksanakannya budaya demokrasi dalam
masyarakat.
Sebab dengan adanya budaya demokrasi memberikan tekanan pada
pelaksanaan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Misalnya mengkritisi
kebijakan pemerintah melalui opini-opini di media massa, mematuhi peraturan
perundang-undangan, melaporkan bila menemukan suatu penyelewengan hukum sesuai
prosedur dan lain sebagainya. Menurut pendapat dari para ahli yakni Almond dan
Verba,budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang berprinsip
bahwa anggota masyarakat diorientasikan
secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan terhadap
struktur dan proses politik serta administratif.
Dalam
budaya politik partisipan ini, dapat dikatakan bahwa orientasi politik
warga masyarakat terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input, dan
output, maupun pribadinya dapat dikategorikan sangat tinggi. Adapun ciri-ciri
khas dari budaya politik partisipan adalah sebagai berikut:
Ciri-Ciri Budaya Politik Partisipan:
a)
Warga masyarakat
sangat menyadari akan hak dan tanggung jawabnya
di dalam kehidupan politik dan mampu mempergunakan hak itu secara
sebaik-baiknya serta menanggung kewajibannya.
b)
Anggota
masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik menerima
maupun menolak suatu objek politik yang ada.
c)
Kehidupan politik
dianggap sebagai sarana transaksi seperti halnya antara penjual dan
pembeli. Warga masyarakat dapat menerima segala kebijakan maupun keputusan berdasarkan
kesadarannya, tetapi juga mampu menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
d)
Anggota
masyarakat tidak menerima begitu saja keadaan dan tunduk pada keadaan, akan
tetapi berdisiplin tinggi dalam menilai dengan penuh kesadaran semua objek
politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
e)
Setiap warga
masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga negara yang harus aktif dan berperan
sebagai aktivis.