Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Indonesia : Pengertian Sistem Hukum, Ciri-Ciri Hukum, Fungsi Hukum, Sifat Hukum, Tujuan Hukum, Sumber Hukum, Penggolongan Hukum, Sanksi Hukum, Perbedaan Di Antara Hukum Pidana Dengan Hukum Perdata, Sistem Peradilan Nasional, Macam-Macam Lembaga Peradilan Nasional, Peranan Lembaga Peradilan Nasional, Mahkamah Konstitusi Dan Penjelasan Mengenai Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Indonesia Terlengkap
Sistem Hukum dan Peradilan Nasional |
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo
sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sistem Hukum dan Peradilan
Nasional Indonesia : Pengertian Sistem Hukum, Ciri-Ciri Hukum, Fungsi Hukum, Sifat Hukum, Tujuan Hukum, Sumber Hukum, Penggolongan Hukum, Sanksi Hukum, Perbedaan
Di Antara Hukum Pidana Dengan Hukum Perdata, Sistem Peradilan
Nasional, Macam-Macam Lembaga Peradilan Nasional, Peranan Lembaga
Peradilan, Mahkamah Konstitusi Dan Penjelasan Mengenai Sistem Hukum dan
Peradilan Nasional Indonesia Terlengkap
Berikut
Ini Pembahasan Selengkapnya
1.
Sistem Hukum
Sistem Hukum |
a. Pengertian Sistem
Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia mengandung arti susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak
berdiri sendiri, tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara
keseluruhan. Pengertian sistem dalam penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu
disiplin ilmu yang mandiri, karena dapat pula berasal dari pengetahuan, seni
maupun kebiasaan : seperti sistem mata pencaharian, sistem perkawinan, sistem
tarian, sistem pemerintahan, sistem hukum dan sebagainya.
Berikut ini juga merupakan beberapa definisi atau pengertian sistem
menurut beberapa para ahli:
1)
Prof.
Sumantri : Sistem adalah sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat
menjalankan tugasnya, maka maksud yang
hendak dicapai tidak akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah
terwujud akan mendapat gangguan.
2)
W.J.S.
Poerwadarminta : sistem adalah sekelompok bagian (alat dan sebagainya),yang
bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud.
3)
Drs.
Musanef : Sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan agar
dalam menjalankan tugas dapat teratur, atau suatu tatanan dari hal-hal yang
saling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan dan satu
keseluruhan.
Unsur-unsur dalam sistem mencakup
antara lain:
a)
Seperangkat
komponen, elemen, bagian.
b)
Saling
berkaitan dan tergantung.
c)
Kesatuan
yang terintegrasi.
d)
Memiliki
peranan dan tujuan tertentu.
e)
Interaksi
antarsistem membentuk sistem lain yang lebih besar.
b.
Pengertian Hukum
Pengertian
Hukum menurut Kamus Bahasa Indonesia:
1. peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
1. peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas.
2. undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat.
3. patokan (kaidah, ketentuan).
4. keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis.
Hukum sulit didefinisikan
karena begitu kompleks dan beragamnya sudut pandang yang mau dikaji. Menurut
seorang ahli yang bernama Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa “definisi hukum
sangat sulit dibuat karena tidak mungkin mengadakan yang sesuai dengan
kenyataan”.
Selain itu untuk memperkaya pengetahuan kita mengenai definisi
hukum, berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli terkemuka mengenai
definisi atau pengertian hukum.
1)
Prof.
Mr. E.M. Meyers : Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi
pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.
2)
S.M.
Amin, SH : Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi, dengan tujuan mewujudkan ketertiban dan pergaulan manusia.
3)
J.C.T.
Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H. : Hukum adalah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya mengakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu hukuman tertentu.
4)
Drs.
E. Utrecht, S.H. : Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu.
Dari beberapa definisi
atau pengertian hukum menurut beberapa para ahli terkemuka tersebut tentang
hukum, secara umum dapat dikatakan bahwa hukum mencakup unsur-unsur berikut ini:
a)
Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b)
Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwenang.
c)
Peraturan
itu bersifat memaksa
d)
Adanya
sanksi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan tersebut.
Ciri-ciri Hukum :
a. Adanya perintah dan larangan
b. Perintah dan Larangan harus ditaati oleh setiap orang
b. Perintah dan Larangan harus ditaati oleh setiap orang
Fungsi Hukum :
1. Untuk menyelesaikan pertikaian
2. Memberikan jaminan dan kepastian Hukum
3. Menata kehidupan masyarakat agar tertib dalam pergaulan hidup
4. Memelihara dan mempertahankan aturan tata tertib dalam masyarakat
5. Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap perbuatan anggota masyarakat dan penguasa.
2. Memberikan jaminan dan kepastian Hukum
3. Menata kehidupan masyarakat agar tertib dalam pergaulan hidup
4. Memelihara dan mempertahankan aturan tata tertib dalam masyarakat
5. Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap perbuatan anggota masyarakat dan penguasa.
Sifat Hukum:
1.mengatur
2.memaksa
2.memaksa
c.
Pengertian Sistem Hukum
Bertolak dari pengertian sistem dan
pengertian hukum yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksudkan dengan sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang berlaku pada
suatu negara tertentu yang dipatuhi dan ditaati oleh setiap warga negaranya.
2.
Tujuan Hukum
Tujuan Hukum |
Hukum mempunyai sebuah
sifat yang ciri khas, yakni sifat mengatur dan memaksa. Tujuan hukum nasional
Indonesia yakni ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban lembaga
tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negara, semua pejabat negara, setiap
warga Indonesia agar semuanya dapat melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan
dan tindakan-tindakan demi terwujudnya tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu
terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh hukum, cerdas, terampil, cinta dan bangga
bertanah air Indonesia dalam suasana kehidupan makmur dan adil berdasarkan
falsafah Pancasila.
Selain itu untuk menambah wawasan
kita, berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli terkait dengan tujuan
hukum:
1)
Prof.
Y. Van Kant : Tujuan hukum adalah untuk menjaga agar kepentingan tiap-tiap
manusia tidak diganggu.
2)
Prof.
Subekti, S.H. : Hukum itu mengabdi pada tujuan negara, yang mendatangkan atau
ingin mencapai kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
3)
Geny
: Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan, sebagai unsur
keadilan, ada kepentingan daya guna dan kemanfaatan.
4)
Bentham
(Teori Utilitarianisme) : Tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan apa
yang berfaedah bagi banyak orang. Dengan kata lain, “Menjamin kebahagiaan
sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang”.
5)
Teori
Etis : Hukum itu semata-mata menghendaki “keadilan”. Isi hukum semata-mata harus
ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai “apa yang adil dan apa yang tidak
adil”.
6)
Van
Apeeldoorn : Mengatur pergaulan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu (kehormatan, kemerdekaan
jiwa, harta benda) dari pihak yang merugikan.
3.
Sumber Hukum
Sumber Hukum |
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan
aturan yang mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang pelanggarannya
dikenai sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan antara sumber hukum
“material” dan sumber hukum “formal”. Sumber hukum material adalah keyakinan dan
perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi atau
materi (jiwa) hukum.
Isi hukum dapat menjadi peraturan yang berlaku dalam
pergaulan manusia ,bila diberi bentuk tertentu. ”Bentuk” atau “kenyataan” yang
oleh karenanya kita dapat menemukan hukum yang berlaku, disebut sebagai sumber
hukum formal. Sumber hukum formal adalah perwujudan bentuk dari isi hukum
material yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri. Adapun macam-macam sumber
hukum formal, antara lain : undang-undang, traktat, kebiasaan (hukum tidak
tertulis), doktrin, dan yurisprudensi. Berikut ini penjelasan selengkapnya:
a.
Undang-Undang
Pengertian undang-undang
sendiri dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu undang-undang dalam arti material
dan undang-undang dalam arti formal.
1)
Undang-undang dalam arti material, adalah setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum. Di dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945),dapat kita jumpai beberapa
contoh, seperti : Undang-Undang Dasar, Ketetapan
MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan
Daerah.
2)
Undang-Undang dalam arti formal, adalah setiap peraturan yang karena
bentuknya dapat disebut undang-undang. Misalnya, ketentuan pasal 5 ayat (1) UUD
1945 (amandemen) yang berbunyi “Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Jadi, Undang-Undang
yang dibentuk oleh Presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagai sumber
hukum formal, karena dibentuk oleh orang yang berwenang sehingga derajat
peraturan itu sah sebagai undang-undang.
b. Kebiasaan (Hukum Tidak Tertulis)
Di dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara, keberadaan hukum tidak tertulis (kebiasaan) diakui sebagai salah satu norma hukum yang
dipatuhi. Kebiasaan, merupakan perbuatan yang diulang-ulang terhadap hal yang
sama dan kemudian diterima serta diakui oleh masyarakat. Dalam praktik
penyelenggaraan negara, hukum tidak tertulis ini disebut dengan konvensi. Hukum
tidak tertulis (kebiasaan) dipatuhi karena adanya kekosongan hukum tertulis
yang sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat atau negara. Oleh karena itu, kebiasaan
(hukum tidak tertulis) ini sering digunakan oleh para hakim untuk memutuskan
perkara yang belum pernah diatur di dalam undang-undang.
Agar suatu kebiasaan
(hukum tidak tertulis) ini mempunyai kekuatan dan dapat dijadikan sebagai
sumber hukum, ada 2 faktor penentu, yaitu:
1)
Adanya
perbuatan yang dilakukan berulang kali dalam hal yang sama, yang selalu diikuti
dan diterima oleh yang lainnya.
2)
Adanya
keyakinan hukum dari orang-orang atau golongan-golongan yang
berkepentingan. Maksudnya adanya keyakinan bahwa kebiasaan itu memuat hal-hal
yang baik dan pantas ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
c.
Traktat
Traktat adalah perjanjian
yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu
yang menjadi kepentingan negara yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya, traktat
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Traktat Bilateral, adalah perjanjian yang dibuat oleh
dua negara. Traktat ini bersifat tertutup karena hanya melibatkan dua negara
yang berkepentingan. Misalnya, masalah Perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara
Indonesia dan Rakyat Republik Tiongkok.
2)
Traktat Multilateral, adalah perjanjian yang dibuat atau
dibentuk oleh lebih dari dua negara. Traktat ini bersifat terbuka bagi
negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri (PBB, NATO, dan sebagainya).
Pembuatan traktat biasanya
melalui beberapa tahapan, yakni sebagai berikut:
1)
Penetapan
isi perjanjian dalam bentuk konsep yang dibuat/disampaikan oleh delegasi negara
yang bersangkutan.
2)
Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat masing-masing negara.
3)
Ratifikasi
atau pengesahan oleh kepala negara masing-masing sehingga sejak saat itu
traktat dinyatakan berlaku di seluruh wilayah negara.
4)
Pengumuman, yaitu
penukaran piagam perjanjian.
Setelah
diratifikasi oleh DPR dan kepala negara, traktat tersebut menjadi undang-undang
dan merupakan sumber hukum formal yang berlaku.
d. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan
dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang
serupa. Timbulnya yurisprudensi karena adanya peraturan perundang-undangan yang
kurang atau tidak jelas pengertiannya, sehingga menyulitkan hakim dalam
memutuskan suatu perkara.
Untuk hal itulah hakim kemudian membuat atau membentuk
hukum baru dengan cara mempelajari putusan-putusan hakim yang
terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang sedang dihadapinya.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang
hakim akan melaksanakan penafsiran sebagai berikut:
1)
Penafsiran
secara gramatikal (tata bahasa),yaitu penafsiran berdasarkan arti kata;
2)
Penafsiran
secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya
undang-undang;
3)
Penafsiran
sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang terdapat
dalam undang-undang;
4)
Penafsiran
teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakikat tujuan
undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman; dan
5)
Penafsiran
otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu
sendiri.
e.
Doktrin
Doktrin adalah pendapat
para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam
hukum dan penerapannya. Doktrin sebagai sumber hukum formal banyak digunakan
para hakim dalam memutuskan suatu perkara melalui yurisprudensi, bahkan punya
pengaruh yang sangat besar dalam hubungan internasional.
Dalam hukum
ketatanegaraan, kita mengenal doktrin, seperti doktrin dari Montesquieu, yaitu
Trias Politica yang membagi kekuasaan menjadi tiga bagian yang terpisah, yakni:
1)
Kekuasaan
eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang)
2)
Kekuasaan
legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang)
3)
Kekuasaan
yudikatif (kekuasaan untuk mengadili pelanggaran undang-undang).
Indonesia sebagai negara hukum memiliki
tata peraturan perundang-undangan tersendiri. Tata peraturan perundang-undangan
merupakan pedoman pembuatan aturan hukum di bawahnya. Berikut ini merupakan tata
urutan peraturan perundang-undangan Indonesia berdasarkan TAP MPR No.
III/MPR/2003.
1)
Undang-Undang
Dasar 1945;
2)
Ketetapan
MPR-RI;
3)
Undang-undang;
4)
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);
5)
Peraturan
Pemerintah
6)
Keputusan
Presiden; dan
7)
Peraturan
Daerah.
4.
Penggolongan Hukum
a. Berdasarkan Wujudnya
Berdasarkan wujudnya hukum
dapat dibedakan/digolongkan menjadi 2 yakni hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Berikut penjelasannya:
1) Hukum
Tertulis
Hukum tertulis yaitu hukum
yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai
peraturan negara. Contohnya : Undang-Undang Dasar Tahun
1945,Undang-Undang,Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan lain sebagainya.
2) Hukum
Tidak Tertulis
Hukum tidak tertulis yaitu
hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum
adat).Dalam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut
konvensi. Contohnya : Pidato Kenegaraan Presiden setiap tanggal 16 Agustus.
b.
Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
Berdasarkan ruang atau
wilayah berlakunya hukum dapat dibedakan/digolongkan menjadi 3 yakni hukum
lokal, hukum nasional, dan hukum internasional. Berikut penjelasannya :
1) Hukum
Lokal
Hukum lokal yaitu hukum
yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Jawa, hukum adat Manggarai-Flores, hukum
adat Batak, hukum adat Minangkabau dan lain sebagainya).
2) Hukum
Nasional
Hukum nasional yaitu hukum
yang berlaku di negara tertentu (hukum
Indonesia, hukum Malaysia, hukum Singapura, hukum Inggris, dan lain
sebagainya).
3) Hukum
Internasional
Hukum internasional yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perdata
internasional, hukum perang, dan lain sebagainya).
c.
Berdasarkan Waktu Yang Diaturnya
Berdasarkan waktu yang
diaturnya hukum dapat digolongkan menjadi 3 yakni hukum yang berlaku saat
ini, hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang, dan hukum antarwaktu. Berikut
penjelasannya :
1) Hukum
Yang Berlaku Saat Ini
Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum) disebut juga hukum positif.
2) Hukum
Yang Berlaku Pada Waktu Yang Akan Datang
Hukum yang berlaku pada
waktu yang akan disebut ius constituendum.
3) Hukum
Antarwaktu
Hukum antarwaktu yaitu
hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang berlaku saat ini
dan hukum yang berlaku pada masa lalu.
d.
Berdasarkan Pribadi Yang Diaturnya
Berdasarkan lingkup
pribadi yang diaturnya, hukum dapat dibedakan/digolongkan menjadi 3 yakni hukum
satu golongan, hukum semua golongan, dan hukum antargolongan. Berikut
penjelasannya:
1) Hukum
Satu Golongan
Hukum satu golongan yaitu
hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan tertentu saja.
2) Hukum
Semua Golongan
Hukum semua golongan yaitu
hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua golongan.
3) Hukum
Antargolongan
Hukum antargolongan yaitu
hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang masing-masingnya tunduk pada
hukum yang berbeda.
e.
Berdasarkan Isi Masalah Yang Diaturnya
Berdasarkan isi masalah
yang diaturnya, hukum dapat dibedakan/digolongkan menjadi 2 yakni hukum publik
dan hukum privat. Berikut penjelasannya :
1) Hukum
Publik
Hukum publik yaitu hukum
yang mengatur hubungan antara warga negara dan negara yang menyangkut
kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum Tata
Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Acara.
a)
Hukum Tata Negara, mempelajari negara tertentu, seperti
bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, alat-alat
perlengkapan negara, dan sebagainya. Singkatnya yaitu mempelajari hal-hal yang bersifat mendasar dari negara.
b)
Hukum Administrasi Negara, adalah seperangkat peraturan yang
mengatur cara bekerja para alat-alat perlengkapan negara, termasuk cara
melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ
negara. Singkatnya yaitu mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
c)
Hukum Pidana, adalah hukum yang mengatur
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum yang
diancam dengan sanksi pidana tertentu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) pelanggaran (overtredingen) adalah perbuatan yang melanggar dalam
kategori ringan dengan sanksi ancaman denda).Sedangkan kejahatan adalah
perbuatan yang melanggar dalam kategori berat seperti
pembunuhan, pencurian, penganiayaan, dan lain-lain.
d)
Hukum Acara, disebut juga dengan hukum formal
(Pidana dan Perdata),adalah seperangkat aturan yang berisikan tata cara
menyelesaikan, melaksanakan, atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana No.8/1981 diatur tata cara
penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penuntutan. Selain itu, juga diatur
siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan, pengadilan yang
berwenang, dan sebagainya.
2) Hukum
Privat (Hukum Perdata)
Hukum privat atau hukum
perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan orang-perseorangan. Perdata
berarti warga negara, pribadi, atau sipil. Sumber pokok hukum perdata adalah
Buergelijik Wetboek (BW).Dalam arti luas hukum privat (hukum perdata) mencakup
juga Hukum Dagang dan Hukum Adat. Adapun Hukum Perdata dapat dibagi sebagai
berikut:
a)
Hukum Perorangan, adalah himpunan peraturan yang
mengatur manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak
serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Manusia dan Badan
Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subjek
hukum”.
b)
Hukum Keluarga, adalah hukum yang memuat serangkaian
peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dan keluarga (terjadi karena
perkawinan yang melahirkan anak).
Hukum keluarga dapat dibagi sebagai
berikut:
1.
Kekuasaan
Orangtua, yaitu kewajiban membimbing anak sebelum cukup umur. Kekuasaan Orangtua
putus ketika seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu nakal putusnya perkawinan.
2.
Perwalian, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu yang bertindak
sebagai wali untuk memelihara anak yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini
terjadi, misalnya, karena perkawinan kedua orangtuanya putus. Di Indonesia, wali
pengawas dijalankan oleh pejabat Balai Harta Peninggalan.
3.
Pengampuan, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu
yang ditunjuk hakim untuk menjadi kurator (pengampun) bagi orang dewasa yang
diampuninya (kurandus) karena adanya kelainan; sakit ingatan, boros, lemah
daya, tidak sanggup mengurus diri, dan berkelakuan buruk.
4.
Perkawinan yaitu mengatur perbuatan-perbuatan
hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak (laki-laki dan perempuan) dengan
maksud hidup bersama untuk jangka waktu yang lama menurut undang-undang. Di
Indonesia, diatur dengan UU No. 1/1974.
c)
Hukum Kekayaan, adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hak dan kewajiban manusia yang dapat dinilai dengan uang. Hukum
kekayaan mengatur benda (segala barang dan hak yang dapat menjadi milik orang
atau objek hak milik) dan hak-hak yang dapat dimiliki atas benda.
Hukum kekayaan mencakup:
1.
Hukum
Benda, mengatur
hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak (diakui dan dihormati setiap orang).
Hukum bena terdiri dari: 1) Hukum Benda Bergerak: karena sifatnya (kendaraan
bermotor) dan karena penetapan undang-undang (surat-surat berharga); 2) Hukum
Benda tidak Bergerak: karena sifatnya (tanah dan bangunan) karena tujuannya
(mesin-mesin pabrik) karena penetapan undang-undang (hak opstal dan hipotik).
2.
Hukum
Perikatan, mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua
orang atau lebih. Pihak pertama (kreditur)berhak atas suatu prestasi (pemenuhan
sesuatu). Pihak lain (debitur) wajib memberikan sesuatu. Bila debitur tidak
menepati perkataannya, hal itu dinamakan wanpresasi. Obyeknya adalah prestasi,
yaitu hal pemenuhan perikatan yang terdiri dari: 1) memberikan sesuatu; yaitu
membayar harga menyerahkan barang, dan sebagainya; 2) berbuat sesuatu; yaitu
memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, karena putusan pengadilan,
dan sebagainya; 3) tidak berbuat sesuatu; yaitu tidak mendirikan bangunan,
tidak memakai merk tertentu karena putusan pengadilan.
d)
Hukum Waris, adalah hukum yang mengatur kedudukan
hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta
kekayaan itu kepada orang lain. Hukum waris mengatur pembagian harta
peninggalan, ahli waris, urutan penerima waris, hibah, serta wasiat.
Pembagian waris dapat dilakukan dengan
cara:
a. Menurut Undang-undang, yaitu pembagian warisan kepada si
pewaris yang memiliki hubungan darah terdekat. Contoh: jika seorang ayah
meninggal, hartanya akan diwariskan kepada istri dan anaknya, tetapi apabila ia
tidak mempunyai keturunan pembagian warisannya diatur menurut undang-undang.
b. Menurut Wasiat, yaitu pembagian waris berdasarkan pesan atau kehendak
terakhir (wasiat) dari si pewaris yang harus dinyatakan secara tertulis dalam
akte notaris. Penerimaan warisan disebu legaaris, dan bagian warisan yang
diterimaanya disebu legaat.
Dalam
arti luas, hukum perdata mencakup pula Hukum dagang dan Hukum Adat
e)
Hukum
Dagang (Bersumber dari Wetboek Van Koopehandel)
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur
soal-soal perdagangan, perniagaan yang timbul karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan atau
perniagaan. Hal-hal yang diatur mencakup: Buku 1 (perniagaan pada umumnya), dan
Buku II (hak dan kewajiban yang timbul dalam dunia perniagaan).
f)
Hukum
Adat
Hukum adat adalah hukum yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat tertentu serta hanya dipatuhi dan ditaati oleh
masyarakat yang bersangkutan. Contoh: pernikahan menurut adat Manggarai-Flores,
pernikahan daerah Bugis, pembagian waris di Batak.
5. Sanksi Hukum
Sanksi Hukum |
Pada setiap negara yang
menerapkan dan melaksanakan supremasi hukum, setiap jenis hukum, apapun bentuk
pelanggarannya pasti akan diberikan sanksi. Pemberian sanksi kepada pihak yang
telah melanggar hukum merupakan bentuk nyata pelaksanaan suatu produk hukum
baik tertulis maupun tidak tertulis oleh para aparat penegak hukum.
Hal ini juga
dimaksudkan agar para pelanggar hukum dapat merasakan efek jera dan tidak
mengulangi lagi perbuatannya. Berikut ini adalah macam-macam sanksi pidana
berdasarkan Pasal 10 KUHP :
a.
Hukuman Pokok, yang
terdiri dari :
1)
Hukuman mati,
2)
Hukuman penjara, yang terdiri dari :
a)
Hukuman
seumur hidup
b)
Hukuman
sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun).
3)
Hukuman kurungan
(setinggi-tingginya 1 tahun dan sekurang-kurangnya 1 hari).
b.
Hukuman Tambahan, yang
terdiri dari :
1) Pencabutan
hak-hak tertentu
2) Penyitaan
(perampasan) barang-barang tertentu
3) Pengumuman
keputusan hakim.
KUHP yang berlaku terlahir
pada zaman Hindia Belanda ( 1 Januari 1918) yang bersumber dari (Wetboek Van
Strafrecht).Namun pada masa sekarang ini KUHP tersebut telah banyak mengalami
penyesuaian.
6.
Perbedaan Antara Hukum Pidana Dan Hukum Perdata
Terdapat perbedaan yang
mendasar antara hukum pidana dengan hukum perdata, berikut penjelasan
selengkapnya:
a.
Hukum Pidana
Pelanggaran terhadap norma
hukum pidana pada umumnya segera disikapi oleh pengadilan setelah menerima
berkas polisi yang mengadakan penyelidikan dan penyidikan. Tindakan pidana
(delik) yang disengaja disebut delik doloes, sedangkan tindakan pidana yang
tidak disengaja disebut delik coelpa.
b.
Hukum Perdata
Pelanggaran terhadap norma
hukum perdata baru dapat disikapi oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari
pihak yang merasa ingin dirugikan. Disini, ada pihak yang mengadu (penggugat) dan
pihak yang diadukan (tergugat).
Selain itu perbedaan di
antara hukum pidana dengan hukum perdata juga dapat kita ketahui dari tabel
berikut ini :
Titik Perhatian
|
Perbedaan Hukum Acara
|
|
Hukum Acara Pidana
|
Hukum Acara Perdata
|
|
Pelaksanaan
|
Inisiatif
datang dari pihak penuntut umum (jaksa)
|
Inisiatif
datang dari pihak yang dirugikan (penggugat)
|
Penuntutan
|
Jaksa
sebagai penuntut umum, yang memiliki wewenang atas nama negara dan berhadapan
dengan pihak terdakwa
|
Penuntut
adalah pihak yang dirugikan (penggugat),dan berhadapan dengan tergugat.
|
Alat-Alat
Bukti
|
1.Tulisan
2.Saksi
3.Persangkaan
4.Pengakuan
|
1.Tulisan
2.Saksi
3.Persangkaan
4.Pengakuan
5.Sumpah
|
Kedudukan
Para Pihak
|
Jaksa
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada terdakwa. Hakim aktif.
|
Semua
pihak mempunyai kedudukan yang sama, dan hakim bertindak sebagai wasit dan
bersifat pasif.
|
Macam
Hukuman
|
Hukuman
berupa berupa hukuman mati, penjara, kurungan, denda, dan hukuman tambahan.
|
Hukuman
dapat berupa denda, atau hukuman kurungan sebagai pengganti hukuman denda.
|
Contoh Perbuatan Yang Sesuai Dengan Ketentuan Hukum
Sikap yang sesuai dengan
ketentuan hukum adalah sikap yang mentaatii semua hukum dan Norma yang berlaku.
·
Contoh Perilaku yang sesuai dengan
ketentuan hukum:
1) Di Keluarga
a)
Mematuhi nasihat orangtua
b)
Melaksanakan tugas sesuai dengan
kesepakatan keluarga
c)
Membersihkan rumah sesuai jadwal yang
telah ditetapkan
2) Di Sekolah
a)
Menghormati Guru
b)
Mematuhi tata tertib sekolah
c)
Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
d)
Tidak menyontek saat ulangan
e)
Melaksanakan tugas piket
3) Di Masyarakat
a)
Ikut Melaksanakan ronda malam
b)
Mengikuti kegiatan kerja bakti
c)
Mentaati peraturan (adat istiadat) yang
berlaku di masyarakat
4) Di Negara
a)
Turut serta membela negara
b)
Mentaati hukum yang berlaku di Negara
7.
Sistem Peradilan Nasional
Sistem Peradilan Nasional |
Berdasarkan Ketentuan Umum
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004,kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan sebagai berikut ini:
1)
Peradilan
Umum
2)
Peradilan
Agama
3)
Peradilan
Militer
4)
Peradilan
Tata Usaha Negara, dan
5)
Oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi
Berikut ini adalah bagan
susunan badan atau lembaga peradilan yang ada di Indonesia :
Dari bagan di atas, badan peradilan
dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkatannya sebagai berikut :
a.
Pengadilan Sipil, terdiri
dari :
1)
Pengadilan Umum, yang terdiri dari :
a)
Pengadilan
Negeri
b)
Pengadilan
Tinggi
c)
Mahkamah
Agung
2)
Pengadilan Khusus, yang terdiri dari
a)
Pengadilan
Agama
b)
Pengadilan
Adat
c)
Pengadilan
Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
b.
Pengadilan Militer, terdiri dari :
1)
Pengadilan
Tentara
2)
Pengadilan
Tentara Tinggi
3)
Mahkamah
Tentara Agung
8. Macam-Macam Lembaga Peradilan Nasional
1)
Pengadilan Negeri
Pengadilan
negeri adalah suatu pengadilan umum yang sehari-hari memeriksa dan memutuskan
perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan pidana sipil
untuk semua golongan penduduk (warga negara dan orang asing).Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang dimaksud Peradilan Umum adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Perkara-perkara yang ada diselesaikan
oleh hakim dan dibantu oleh panitera. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri
ditempatkan pula Kejaksaan Negeri sebagai alat pemerintah yang bertindak
sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap si pelanggar
hukum. Tetapi dalam perkara perdata, Kejaksaan Negeri tidak ikut campur tangan.
2)
Pengadilan Militer
Pengadilan
Militer adalah pengadilan yang mengadili hanya dalam lapangan pidana, khususnya
bagi:
a)
Anggota
TNI dan Polri,
b)
Seseorang
yang menurut Undang-Undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI dan Polri,
c)
Anggota
jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI dan Polri menurut
Undang-Undang,
d)
Tidak
termasuk a sampai dengan c tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan yang ditetapkan
dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan Militer.
3)
Pengadilan Agama
Pengadilan
Agama adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang
timbul antara orang-orang islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian),nafkah, waris, dan lain-lain. Dalam hal yang dianggap perlu, keputusan
Pengadilan Agama dapat dinyatakan berlaku oleh Pengadilan Negeri.
4)
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) adalah badan yang berwenang memeriksa dan memutus
semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa dalam tata
usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. Keputusan tata usaha negara
adalah suatu ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum badan tata usaha negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menerbitkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum. Adapun masalah-masalah yang menjadi jangkauan Pengadilan Tata
Usaha Negara, antara lain adalah sebagai berikut:
a)
Bidang
Sosial, yaitu gugatan atau permohonan terhadap keputusan administrasi tentang
penolakan permohonan suatu izin.
b)
Bidang
Ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
perpajakan, merk, agraria, dan sebagainya.
c)
Bidang
Function Publique, yaitu gugatan atau permohonan yang berhubungan dengan status
atau kedudukan seseorang. Misalnya, bidang kepegawaian, pemecatan, pemberhentian
hubungan kerja, dan sebagainya.
d)
Bidang
Hak Asasi Manusia (HAM),yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan dengan
pencabutan hak milik seseorang serta penangkapan dan penahanan yang tidak
sesuai dengan prosedur hukum (seperti yang diatur di dalam KUHP) mengenai
praperadilan, dan sebagainya.
Pengadilan Tata Usaha Negara
dilaksanakan oleh badan sebagai berikut :
a)
Pengadilan
Tata Usaha Negara sebagai badan pengadilan tingkat pertama di kabupaten/kota.
b)
Pengadilan
Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding di Provinsi.
Kehadiran Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) di Indonesia tergolong masih baru. Hal itu bisa kita lihat dari
keberadaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991.
9. Peranan Lembaga-Lembaga Peradilan
Setiap lembaga peradilan
mempunyai peranan, tugas dan fungsi yang cukup kompleks dan strategis bagi
terciptanya penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Berikut ini merupakan
penjelasan selengkapnya mengenai peranan lembaga-lembaga peradilan Indonesia.
a.
Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Menurut Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 (UU No.2 Thn 1986) tentang Peradilan Umum, Pengadilan Tingkat
Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan
persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan hukum pengadilan meliputi
satu kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
(UU No.8 Thn 2004),maka pembentukan Pengadilan Umum beserta fungsi dan
kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.
Adapun fungsi dan peranan pengadilan
tingkat pertama (pengadilan negeri) adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya
suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau
kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Tugas dan
wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
pidana dan perdata di tingkat pertama. Hal lain yang menjadi tugas dan
kewenangan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri),antara lain adalah
sebagai berikut:
Tugas dan Kewenangan Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
a)
Menyatakan
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan, atau
penghentian tuntutan.
b)
Memberikan
keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi Pemerintah di
daerahnya, apabila diminta.
c)
Mengadakan
pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
d)
Melakukan
pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
e)
Memberikan
petunjuk, teguran, dan peringatan yang dipandang perlu dengan tidak mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
f)
Melakukan
pengawasan atas pekerjaan notaries di daerah hukumnya, dan melaporkan hasil
pengawasannya kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung, dan Menteri
yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.
g)
Tentang
ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Ketua
Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor
urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu
:
a)
Korupsi
b)
Terorisme
c)
Narkotika/Psikotropika
d)
Pencucian
uang,atau
e)
Perkara
tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang
terdakwanya berada di dalam Rumah Tahanan Negara.
b.
Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
Pengadilan tingkat kedua
disebut juga dengan pengadilan tinggi yang dibentuk dengan
undang-undang.Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi,dan daerah
hukumnya meliputi wilayah satu provinsi.Pengadilan Tinggi sering disebut juga
sebagai Pengadilan Tingkat Banding.Adapun fungsi Pengadilan Tingkat Kedua,antara
lain adalah sebagai berikut:
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan
Tinggi)
a)
Menjadi
pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya.
b)
Melakukan
pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga
supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya.
c)
Mengawasi
dan meneliti perbuatan para hakim Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
d)
Untuk
kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi
peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri
dalam daerah hukumnya.
Selain
itu Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Tingkat Kedua juga mempunyai beberapa
wewenang, antara lain adalah sebagai berikut:
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi) :
a)
Mengadili
perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya yang
dimintakan banding.
b)
Berwenang
untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk
diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim.
c.
Kasasi oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (MA) adalah
pemegang Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan. Hal ini
tercantum di dalam Undang-Undang. Mahkamah Agung sebagaimana diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985,adalah pemegang Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Mahkamah Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Pimpinan Mahkamah
Agung terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan beberapa orang Ketua
Muda. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang dibantu oleh
beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung, yaitu Hakim Agung. Mahkamah Agung (MA)
memiliki beberapa tugas atau fungsi, antara lain yakni sebagai berikut:
Tugas dan Fungsi Mahkamah Agung
a)
Melakukan
pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.
b)
Mengawasi
tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan.
c)
Mengawasi
dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan.
d)
Untuk
kepentingan negara dan keadilan, Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran, dan
petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat
edaran.
Di samping
itu, Mahkamah Agung (MA) juga memiliki beberapa wewenang, antara lain yakni
sebagai berikut:
Wewenang Mahkamah Agung dalam Lingkungan Peradilan
a)
Memeriksa
dan memutus permohonan kasasi (terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding atau
Tingkat Terakhir dari semua Lingkungan Peradilan).
b)
Memeriksa
dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
c)
Memeriksa
dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap,
d)
Memeriksa
dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir
atas putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
e)
Menguji
secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang,
f)
Meminta
keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua
Lingkungan Peradilan,
g)
Memberi
petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di
semua Lingkungan Peradilan, dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
Selain
itu, Mahkamah Agung (MA) juga mempunyai beberapa tugas dan kewenangan lain di
luar lingkungan peradilan, antara lain yakni sebagai berikut:
Tugas dan Kewenangan Lain Mahkamah Agung di Luar Lingkungan Peradilan
a)
Menyatakan
tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah
daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
b)
Memutus
dalam tingkat pertama dan terakhir, semua sengketa yang timbul karena perampasan
kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan
peraturan yang berlaku.
c)
Memberikan
nasehat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau
penolakan grasi.
d)
Bersama
Pemerintah, melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum dan Notaris,
e)
Memberikan
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada
Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Dalam
hal kasasi,yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena:
a)
Tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang,
b)
Salah
menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
c)
Lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
10. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK)
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang selanjutnya disahkan
menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, memiliki wewenang dan kewajiban
sebagai berikut :
1) Wewenang
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi
memiliki wewenang yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar 1945,memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan pemilihan umum.
2) Kewajiban
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi memiliki kewajiban
yaitu memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar 1945.
Ketua
Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3
(tiga) tahun. Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai 9 (Sembilan) Hakim Konstitusi
yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga)
orang oleh Mahkamah Agung,3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3
(tiga) orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 (lima)
tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Indonesia : Pengertian Sistem
Hukum, Tujuan Hukum, Sumber Hukum, Penggolongan Hukum, Sanksi Hukum, Perbedaan Di
Antara Hukum Pidana Dengan Hukum Perdata, Sistem Peradilan Nasional, Macam-Macam
Lembaga Peradilan Nasional, Peranan Lembaga Peradilan, Mahkamah Konstitusi Dan
Penjelasan Mengenai Sistem Hukum dan Peradilan Nasional Indonesia Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat
Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini
bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel
ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam Edukasi…