Sejarah Kerajaan Demak |
Sejarah Kerajaan Demak: Sejarah Awal Kerajaan Demak, Letak Kerajaan Demak, Sejarah Kehidupan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Kerajaan Demak Beserta Penjelasannya Terlengkap
Selamat Datang di Web Pendidikan edukasinesia.com
Hallo
sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sejarah Kerajaan Demak: Sejarah Awal Kerajaan Demak,
Letak Kerajaan Demak,Sejarah Kehidupan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya
Kerajaan Demak Beserta Penjelasannya
Terlengkap
Berikut Pembahasannya
1. Sejarah Awal Kerajaan Demak
Sejarah Awal Kerajaan Demak |
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan
berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit
yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti
tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau
selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan saudagar Islam.
Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun.
Menurut sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa
Ampean, dan Raden Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk
Islam maka Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat
beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa
untuk memperdalam ilmu agama di bawa asuhan Raden Rahmat dan akhirnya kawin
dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah menetap di Demak (Bintoro).
Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai
melaksanakan perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok
pesantren di daerah tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah
dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai
dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan
agama, tetapi kemudian menjadi pusat perdagangan bahkan akhirnya menjadi pusat
kerajaan Islam pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkembangannya kemudian
karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan nama Bintoro Demak.
2.Letak Kerajaan Demak
Letak Kerajaan Demak |
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah
Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan
dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut
agama Islam.
Pada sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro yang
merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang
ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk
perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi
selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak
lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat
mengambil jalan pintas untuk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII
jalan pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.
Pada abad XVI agaknya Demak telah menjadi gudang padi
dari daerah pertanian di tepian selat tersebut. Konon, kota Juwana merupakan
pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar
1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar
kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan perlawanan terakhir
kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa
tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah
pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama
lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara.
Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman
dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi
pula, persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk perdagangan masih dapat
ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka
menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.
3.Sejarah Kehidupan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Kerajaan Demak
Sejarah Kehidupan Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya Kerajaan Demak |
a) Kehidupan Politik Kerajaan Demak
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati
yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu
membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan
Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama
dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai
berikut :
1) Raden Fatah
Pada awal abad ke 14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming
di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit,
sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang cantik jelita dan pintar
ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja brawijaya sangat tunduk
kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak pertentangan
dalam istana majapahit. Pasalnya sang putri telah berakidah tauhid. Saat itu,
Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal dari Champa (sekarang bernama
Kamboja), masih kerabat Raja Champa.
Sang permaisuri memiliki ketidak cocokan dengan putri
pemberian Kaisar yan Lu. Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri
cantik ini dari istana. Dalam keadaan mengandung, sang putri dihibahkan kepada
adipati Pelembang, Arya Damar. Nah di sanalah Raden Patah dilahirkan dari rahim
sang putri cina.
Nama kecil raden patah adalah pangeran Jimbun. Pada
masa mudanya raden patah memperoleh pendidikan yang berlatar belakang
kebangsawanan dan politik. 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati
Palembang. Sesudah dewasa ia kembali ke majapahit.
Raden Patah memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda
ayah. Saat memasuki usia belasan tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke
Jawa untuk belajar di
Ampel Denta. Mereka mendarat di pelabuhan Tuban pada
tahun 1419 M. Patah sempat tinggal beberapa lama di ampel Denta, bersama para
saudagar muslim ketika itu. Di sana pula ia mendapat dukungan dari utusan
Kaisar Cina, yaitu laksamana Cheng Ho yang juga dikenal sebagai Dampo Awang
atau Sam Poo Tai-jin, seorang panglima muslim.
Raden patah mendalami agama islam bersama
pemuda-pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan
Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden patah
dipercaya menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia diiringi
oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200 tentaranya. Raden patah memusatkan
kegiatannya di Bintara, karena daerah tersebut direncanakan oleh Walisanga
sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah termasuk
keturunan raja terakhir dari kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V.
Setelah dewasa, Raden Fatah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan
Gelas Sultan Alam Akbar al-Fatah.
Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M.
Di bawah pemerintahannya, kerajaan Demak berkembang dengan pesat, karena
memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama
beras. Oleh karena itu, kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Barang
dagangan yang diekspor kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu.
Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan
kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan
beberapa daerah di kalimantan. Di samping itu, kerajaan Demak juga memiliki
pelabuhan –pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik
yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan
dan pusat penyebaran agama islam. Jasa para Wali dalam penyebaran agama islam
sangatlah besar, baik di pulau Jawa maupun di daerah-daerah di luar pulau Jawa,
seperti di daerah Maluku yang dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan
Timur yang dilakukan oleh seorang penghulu dari Demak yang bernama Tunggang
Parangan. Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun masjid Demak yang proses
pembangunan masjid itu di bantu oleh para wali atau sunan.
Raden Fatah tampil sebagai raja pertama Kerajaan
Demak. Ia menaklukan kerajaan Majapahit dan memindahkan seluruh benda
upacara dan pusaka kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, agara lambang
kerajaan Majapahit tercermin dalam kerajaan Demak.
Ketika kerajaan Malaka jatuh ketangan Portugis tahun
1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan
oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, tahun 1513 M Raden
Fatah memerintahkan Adipati Unu memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis
di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat
dan persenjataannya lengkap. Atas usahnya itu Adipati Unus mendapat
julukan Pangeran Sabrang Lor.
2) Adipati Unus
Setelah Raden Fatah wafat, tahta kerajaan Demak
dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa
pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia meninggal dalam usia
yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang putera mahkota. Walaupun usia
pemerintahannya tidak begitu pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka.
Setelah Adipati Unus meninggal, tahta kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya
yang bergelar Sultan Trenggana.
Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Patah,
telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului
Portugis. Tapi adipati unus tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 Demak
mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada sampai
dipantai Malaka, armada pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan
portugis yang dibantu oleh menantu sultan Mahmud, yaitu sultan Abdullah raja
dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran sabrang lor
atau Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnovasi dan
menyesuaikan medan.
Selain itu, dia berhasil mengadakan perluasan wilayah
kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada
saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis. Adipati
Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun 938 H/1521 M.
3) Sultan Trenggana
Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun
1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa kejayaan.
Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa
Barat. Pada tahun 1522 M kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di
bawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil di kuasainya antara lain
Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk
menggagalkan hubungan antara Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada Portugis
dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu,
fathillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan
penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M itu kemudian di
peringati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur,
Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur
berhasil di kuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi
ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana gugur. Usahanya untuk
memasukkan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata
gagal. Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun.
Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada
Sunan Gunung Jati. Dari Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan
Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada
raden patah, yaitu setelah ia berhasil mengalahkan Majapahit.
4) Sunan Prawata
Sunan Prawata adalah nama lahirnya (Raden
Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549.
Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya,
daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang
bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh
orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya
sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan ke
Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah
Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik
tahta. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa.
Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup
sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini
kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa
Tengah. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan
seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke
Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di
Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk
mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan
Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel
Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah
terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan
kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya,
dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
b) Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan
nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai
penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur
dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian
perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan
Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di
pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras
merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan
demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
c) Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Demak
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih
berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat
penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat
berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan
Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki
peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali
tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan
yang erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang
erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di
Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang
menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah
Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan
kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga.
Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar
perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih
berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
4.Sejarah Perang Saudara Di Kerajaan Demak
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak
sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang menjadi putra mahkota. Akhirnya
terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat
antara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan
Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk
membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana menjadi sultan
kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai
puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa
timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di
barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah
Demak berubah menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan
empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak
kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah
dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan
pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir,
dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah
dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau
Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan
Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang
berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara
mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak.
Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakkan pasukannya untuk
menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya
sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi
hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam
pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih
bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan
Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi
yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir
adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah
Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil
membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir.
Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat
saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan
mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu
Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau
juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu
oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat
ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah
pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.
5.Peradaban Kerajaan Islam Demak Pada Abad XVI
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan
Majapahit. Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak
pada kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV
orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar bubat.
Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja” ke
Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang
beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan
menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus
dengan jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton
Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka
dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya.
Bahwa banyak bagian dari peradaban lama, sebelum zaman
Islam telah diambil alih oleh Keraton-keraton Jawa Islam di Jawa Tengah,
terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di Demak dan Ibukota
lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat mendesak,
disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh yang
dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.
Peranan penting masjid Demak sebagai pusat peribadatan
kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di hati orang beriman pada abad
XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat berpengaruh dan dapat
berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang
sekarang, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan
pembuatan keris, kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa dipandang
sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan Demak.
Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting
dalam peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada
waktu abad XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti
dengan upacara keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah
kehilangan sifat sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perkembangan sastra Jawa yang pada waktu itu
dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya
sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno. Peradaban
“pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa,
mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam. Tetapi
kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan dengan
meluasnya agama Islam.
6. Kejayaan Kerajaan Demak
Demak mengalami masa kejayaan pada
pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1526), yakni raja ketiga setelah Pati Unus.
Sultan Trenggono merupakan anak dari Raden Patah yang tidak lain adik Pati
Unus. Pada masa pemerintahannya, Demak menguasai Sunda Kelapa dari Pajajaran
serta menghalau para tentara Portugis yang mendarat disana (1527), Tuban
(1527), Surabaya dan Pasuruan (1527), Madiun (1529), Malang (1945), dan dan
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Kemudian
pada tahun 1546 Sultan Trenggono meninggal dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuruan.
7.Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan
kekacauan politik yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten)
berusaha melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak
sendiri timbul pertentangan di antara para waris yang saling berebut tahta.
Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggono adalah pengeran
Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap dapat
mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang, anak laki-laki
Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam karena ia merasa lebih berhak
mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil
dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang
tidak berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di
bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka
tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi
raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya
dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang
telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran
melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan
Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadi bupati di
daerah-daerah tersebut.
Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat
menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukkan Arya Penangsang. Ia pandai
dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575,
Sutawijaya diangkat menjadi penggantinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang
bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan
yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak
atas tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan
dengan bantuan Sutawijaya.
Pengeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak
mampu mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan
bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara
angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat
bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.
8.Demak di Bawah Kekuasaan Raja-raja Mataram
Setelah sekitar 1588 Panembahan Senapati berkuasa di
Jawa Tengah sebelah selatan, raja-raja Pati, Demak, dan Grobongan dianggapnya
sebagai sampun kareh (sudah dikuasai). Sekitar 1589 mereka diperintah ikut dia
bersama prajurit Mataram ke Jawa Timur, manaklukkan raja-raja Jawa Timur. Maksud
raja Mataram ini gagal, tampaknya terutama karena campur tangan Sunan Giri.
Panembahan Senapati terpaksa kembali ke Mataram dengan tangan hampa.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati dan Grobongan yang
pada 1589 telah bersikap sebagai taklukan yang patuh itu, sama dengan mereka
yang telah mengakui Sultan Pajang, yang sudah tua dan meninggal pada 1587,
sebagai penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri di Demak, setelah
mengalami penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih berhasil memerintah
tanah asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak raja-raja Jawa Timur,
yang mulai melancarkan serangan terhadap kerajaan Mataram yang belum sempat
berkonsolidasi. Serangan tersebut dapat dipatahkan, tetapi panglima perang
Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke Mataram gugur dalam pertempuran
dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki Mas Sari sebagai adipati
di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya tidak memuaskan
atau ternyata tidak dapat dipercaya.
Tumenggung Endranata I di Demak ini pada tahun-tahun
kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh politik pesisir yang berlawanan
dengan kepentingan Mataram di Pedalaman. Pada tahun 1627 ia terlibat dalam
pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II dan Sultan Agung. Ia di bunuh
dengan keris sebagai pengkhianat atas perintah Sultan Agung.
Sesudah dia masih ada lagi seorang tumenggung
Endranata II yang menjadi bupati di Demak. Tumenggung ini seorang pengikut
setia Susuhunan Mangkurat II di Kartasura yang memerintah Jawa Tengah pada
perempat terakhir abad XVII. Pada tahun 1678 disebutkan adanya Tumenggung
Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota Demak sudah tidak
berarti pada akhir abad XVI. Sebagai produsen beras dan hasil pertanian lain,
daerah Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam ekonomi kerajaan
raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak daerah tanah Jawa rasa hormat
pada masjid Demak dan makam-makam Kadilangu masih bertahan di antara kaum
beriman, kota Demak dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang terutama
menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping
nama Majapahit.
9.Peninggalan Kerajaan Demak
a) Masjid Agung Demak
b) Pintu Bledeg dibuat oleh Ki Ageng Selo
c) Bedug dan kentongan karya Wali Songo
d) Soko Tatal dan Soko Guru (tiang Masjid
Agung Demak)
e) Piring Campa dari Putri Campa ( Ibu
Raden Patah)
f) Situs Kolam Wudlu
g) Maksurah
h) Dampar Kencana
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Sejarah Kerajaan Demak:
Sejarah Awal Kerajaan Demak, Letak Kerajaan Demak,Sejarah Kehidupan Politik,
Ekonomi dan Sosial Budaya Kerajaan Demak Beserta Penjelasannya Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat
Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini
bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel
ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih...
Salam Edukasi…