7 Contoh Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik Yang Pernah Dilakukan Oleh Pers
![]() |
Ilustrasi Pers |
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo
sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul 7 Contoh Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik Yang Pernah
Dilakukan Oleh Pers
Berikut Ini Pembahasan Selengkapnya
Pers
memang selalu dituntut untuk tunduk dan taat terhadap kode etik jurnalistik
yang ada, namun demikian faktanya di dalam lapangan ternyata pers bukanlah tanpa
kesalahan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu waktu pers juga ada
kalanya melakukan kesalahan ataupun kekhilafan, sehingga telah melanggar kode
etik atau telah melakukan penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik. Apabila
pelanggaran kode etik dikarenakan lebih kepada faktor ketidaksengajaan, maka hal
itu masih dimungkinkan adanya ruang untuk toleransi atau memakluminya sebagai
kekhilafan.
Biasanya apabila penyimpangan ini dilakukan secara tidak
sengaja, maka pihak pers yang menerbitkannya akan langsung meralat kesalahan
yang telah mereka lakukan dan memperbaiki diri (introspeksi) agar tidak
terulang kembali. Namun sebaliknya, apabila pelanggaran atau penyimpangan kode
etik jurnalistik dilakukan secara sengaja dan tidak ada pengakuan dari pihak
yang melanggar walaupun sudah diperingatkan tentang kekeliruannya, maka pihak
yang berwenang akan memberikan sanksi yang tegas seperti larangan broadcast dan
lain-lain. Berikut ini merupakan 7 (tujuh) contoh-contoh penyimpangan kode etik
jurnalistik yang pernah dilakukan oleh pers:
1) Melanggar
hak properti pribadi
Seorang wartawan yang nekat untuk masuk ke
rumah narasumber dengan cara melompati pagar rumah narasumber, padahal wartawan
tersebut telah diperingatkan oleh pemilik rumah untuk tidak boleh masuk
merupakan salah satu contoh penyimpangan kode etik jurnalistik. Hal ini tentu
melanggar kode etik, karena seorang wartawan harus menghormati hak-hak milik
pribadi orang lain, terkecuali bila ada kepentingan umum yang mendesak.
2) Melakukan
Wawancara fiktif
Contoh kedua penyimpangan kode etik
jurnalistik ialah melakukan wawancara fiktif. Seringkali untuk mengejar
ekslusivitas ada wartawan yang akhirnya melakukan kesalahan yang fatal. Untuk
membuktikan kehebatannya, sebagian wartawan sampai bisa menipu masyarakat dengan
wawancara yang sebenarnya tidak pernah dilakukan atau fiktif. Contoh kasusnya
ialah suatu Harian yang terbit menjelaskan bahwasanya ia pernah mewawancarai
seorang tokoh yang populer dalam bentuk tanya jawab yang cukup panjang.
Setelah
dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber wawancara yang disebutkan sebenarnya
sudah meninggal dua tahun yang lalu sebelum laporan ini disiarkan. Dengan kata
lain, kegiatan wawancara dengan narasumber tersebut sebenarnya tidak pernah
diadakan atau fiktif. Jelas ini merupakan pelanggaran atau penyimpangan kode
etik jurnalistik yang tergolong berat, karena telah melakukan pemberitaan bohong
kepada publik, namun pihak terkait tidak meminta maaf.
3) Mempublikasikan
Berita Di Luar Akal Sehat
Apabila suatu berita terdengar agak berada
di luar akal sehat, maka harusnya dilakukan cross check atau pengecekan
berkali-kali sampai terbukti apakah berita itu benar atau tidak. Prinsip yang
harus diterapkan oleh wartawan adalah bersikap skeptis (tidak percaya) sampai
terbukti bahwa berita itu benar adanya.
4) Sumber
Berita Tidak Jelas (Imajiner)
Sumber berita dalam sebuah liputan pers
harus jelas dan tidak boleh fiktif. Sumber berita merupakan unsur yang sangat
penting karena akan menentukan kredibilitas pers tersebut. Pernah suatu kasus
sebuah Harian yang melaporkan bahwa dalam sebuah kasus dugaan korupsi seorang
pejabat telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan
(SP3).Menurut Harian tersebut, sumber berita adalah pejabat dalam suatu
institusi yang diumumkan dalam konferensi pers.
Ternyata setelah
ditelisik, pertemuan itu tidak pernah ada dan petugas tersebut menyatakan tidak
pernah mengeluarkan pernyataan tersebut. Contoh kasus lainnya ialah ketika
Pesawat Adam Air yang jatuh di Perairan Majene Sulawesi Barat, pada Januari
tahun 2007.Hampir semua pers melakukan kesalahan fatal, hanya beberapa jam
setelah pesawat itu jatuh, sebagian besar pers mewartakan bahwa pesawat itu
jatuh di daerah tertentu yang berbeda-beda.
Tidak hanya itu, ada pula yang
memberitakan bahwa sembilan (9) korban telah ditemukan masih hidup. Ternyata
setelah dilakukan cross check, berita tersebut tidak ada yang benar mengenai
dimana lokasi jatuhnya pesawat dan juga jumlah korban yang hidup tidak
ada. Setelah ditelisik lebih dalam ternyata sebenarnya berita yang dimiliki oleh
pers sumbernya tidak jelas dan bersifat imajinasi atau imajiner. Pihak-pihak yang
melanggar kode etik pun tidak ada
permohonan maaf.
5) Memuat
Identitas dan Foto Korban Asusila
Sesuai dengan asas moralitas menurut kode
etik jurnalistik, masa depan anak harus dilindungi. Maka apabila ada seorang anak
yang menjadi korban tindak asusila, identitas dan foto anak tersebut harus
dilindungi, artinya tidak boleh diketahui oleh publik. Apabila ada pers yang
mempublikasikan foto maupun identitas korban tindak pelecehan asusila secara
jelas kepada publik (masyarakat umum),maka pers tersebut telah melakukan
pelanggaran atau penyimpangan terhadap kode etik jurnalistik.
6) Membocorkan
Identitas Narasumber
Dalam beberapa kasus tertentu, wartawan
memiliki sebuah hak untuk tidak membocorkan identitas seorang narasumber, yang
disebut dengan hak tolak. Hak ini seringkali dipakai karena pada satu sisi pers
membutuhkan informasi dari narasumber yang ada, akan tetapi pada sisi
lain, keselamatan narasumber dapat terancam apabila informasi identitas
narasumber tersebut disiarkan.
Untuk menghadapi situasi inilah, maka kemudian ada
hak tolak pada pers. Pers dapat meminta informasi dari narasumber, akan tetapi
narasumber dapat pula meminta kepada para wartawan agar identitasnya
(narasumber) dapat dilindungi atau tidak disebutkan. Kalau ada yang menanyakan
sumber informasinya, pers berhak menolak menyebutkannya.
Dalam hal ini, sekali
pers memakai hak tolak, maka pers wajib untuk terus melindungi seluruh identitas
narasumbernya. Dalam keadaan ini, seluruh tanggung jawab terhadap isi informasi
beralih kepada pers. Pers yang membocorkan identitas narasumber yang
dilindungi hak tolak melanggar hukum dan
kode etik sekaligus. Namun pada kenyataan praktiknya, masih banyak pers dalam
suatu terbitannya yang membocorkan identitas narasumber yang seharusnya
dirahasiakan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun secara diam-diam. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh faktor ketakutan pers karena sebuah ancaman, ketidaktahuan
pers mengenai makna kerahasiaan dibalik hak tolak, ataupun karena unsur
kesengajaan.
7) Tidak
Melayani Hak Jawab Secara Benar
Hak jawab merupakan salah satu hal yang
sangat penting untuk dimengerti oleh para insan pers. Hak jawab merupakan hal
yang sangat penting dalam mekanisme kerja pers. Begitu pentingnya hak jawab
ini, sehingga soal ini diatur baik dalam tingkat undang-undang maupun di dalam
kode etik jurnalistik. Hak jawab memiliki dimensi demokratis dalam pers. Adanya
hak jawab merupakan sebuah sarana bagi publik untuk memiliki akses kepada informasi pers dan sekaligus sebagai
sarana untuk membela kepentingan mereka terhadap informasi yang merugikan
mereka atau kelompoknya. Maka dari itu, baik menurut undang-undang maupun kode
etik jurnalistik, pers wajib untuk melayani hak jawab. Pers yang tidak melayani
hak jawab telah melanggar kode etik jurnalistik.
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul 7 Contoh
Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik Yang Pernah Dilakukan Oleh Pers. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat
Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini
bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel
ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam
Edukasi…