Klasifikasi Budaya Politik Beserta Penjelasannya Terlengkap
Selamat Datang di Web Pendidikan edukasinesia.com
Hallo
sobat Edukasi Lovers,senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua.Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Klasifikasi
Budaya Politik Beserta Penjelasannya Terlengkap
Berikut Pembahasannya
Budaya
politik yang berkembang di dalam masyarakat tentu saja sangat beragam. Hal ini
dikarenakan orientasi dan peranan yang dimiliki oleh setiap masyarakat pun
beragam. Di dalam kehidupan sehari-hari, mungkin sobat akan menemukan beberapa
perilaku dalam kegiatan politik yang menggambarkan orientasi dan peranan suatu
kelompok masyarakat sebagai berikut.
a)
Dalam
pemilihan umum (Pemilu), tidak menutup kemungkinan sobat akan menemukan orang
yang mengaku memilih partai tertentu karena diberi uang oleh pengurus partai
yang bersangkutan. Atau memilih partai yang sama dengan atasan supaya dinaikkan
pangkat/jabatan.
b)
Ada
juga orang yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintah dan selalu memberikan
masukan kepada pemerintah.
c)
Ada
juga orang hanya peduli pada kepentingan daerah asalnya, dia sama sekali tidak
memperhatikan kepentingan bangsa dan negara.
d)
Ada
pula orang yang masa bodoh atau tidak peduli dengan berbagai kegiatan politik
yang berlangsung di negaranya.
Keempat
contoh di atas merupakan cerminan dari budaya politik suatu masyarakat. Budaya
politik masyarakat merupakan gambaran orientasi dan peranan masyarakat dalam
setiap aspek kehidupan politik. Berkaitan dengan hal tersebut, Morton Davies
sebagaimana dikutip oleh Rusadi Kantaprawira dalam bukunya yang berjudul Sistem
Politik Indonesia (2004:30), membagi budaya politik ke dalam 3 (tiga) tipe ,
yakni budaya politik parokial, budaya politik subjek (kaula), dan budaya
politik partisipan.
Berikut penjelasan lengkapnya
1.
Budaya Politik Parokial
Di dalam kepustakaan
politik, budaya politik parokial sering diartikan sebagai budaya politik yang
sempit. Dikatakan sempit karena orientasi individu atau masyarakat masih sangat
terbatas pada ruang lingkup yang sempit. Orientasi dan peranan yang dimainkan
masih sangat terbatas pada lingkungan atau wilayah tempat ia tinggal. Dengan
kata lain, persoalan-persoalan di luar wilayahnya tidak diperdulikannya. Menurut
Rusadi Kantaprawira, budaya politik parokial biasanya terdapat dalam sistem
politik tradisional dan sederhana, dengan ciri khas yakni belum adanya
spesialisasi tugas atau peran, sehingga para pelaku politik belum memiliki
peranan yang khusus. Dengan kata lain, satu peranan dilakukan bersamaan dengan
peranan yang lain. Misalnya, aktivitas dan peranan pelaku politik dilakukan
bersamaan dengan perannya dalam bidang kehidupan lainnya, seperti bidang
ekonomi dan agama.
Di dalam budaya politik parokial, masyarakat tidak menaruh
minat terhadap objek-objek politik secara sepenuhnya. Adapun yang menonjol dalam
budaya politik parokial adalah adanya kesadaran anggota masyarakat akan adanya
pusat kekuasaan politik di dalam masyarakat yang dipegang oleh kepala adat atau
kepala suku. Selain sebagai pemimpin politik, kepala adat atau kepala suku
berperan juga sebagai pemimpin agama, dan pemimpin sosial. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dalam budaya politik parokial tidak dijumpai spesialisasi
tugas dan peran dalam kegiatan politik. Kalaupun mungkin ada, dalam intensitas
atau kadar yang masih sangat rendah, sehingga tingkat partisipasi politik
masyarakatnya pun masih rendah.
2.
Budaya Politik Kaula (Subjek)
Tipe budaya politik kaula
agak lebih baik dari tipe budaya politik parokial. Masyarakat atau individu yang
bertipe budaya politik kaula (subjek) telah memiliki perhatian dan minat
terhadap sistem politik. Hal ini diwujudkan dengan berbagai peran politik yang
sesuai dengan kedudukannya. Akan tetapi peran politik yang dilakukannya masih
terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur
masyarakat. Individu atau masyarakat hanya menerima aturan tersebut secara
pasrah. Tidak ada keinginan atau hasrat untuk menilai, menelaah, atau bahkan
mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Dalam budaya
politik subjek (kaula) ini, individu atau masyarakat berkedudukan sebagai kaula
atau dalam istilah masyarakat Jawa disebut kawula gusti, yang artinya sebagai
abdi//pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung pasif. Mereka
menganggap bahwa dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau merubah sistem
politik. Oleh karena itu, mereka menyerah dan turut saja kepada semua
kebijaksanaan dan keputusan para pemegang kekuasaan dalam masyarakatnya.
3.
Budaya Politik Partisipan
Tipe budaya politik partisipan
merupakan tipe budaya politik yang ideal. Karena dalam budaya politik partisipan
individu atau masyarakat telah memiliki perhatian, kesadaran, minat, serta
peran politik yang sangat luas. Ia mampu memainkan peran politik baik dalam
proses input (yang berupa pemberian tuntutan dan dukungan terhadap sistem
politik) maupun dalam proses output (pelaksana, penilai, dan pengkritisi setiap
kebijaksanaan dan keputusan politik pemerintah).Kondisi yang diciptakan oleh
budaya politik partisipan adalah kondisi masyarakat yang ideal dengan tingkat
partisipasi politik yang sangat tinggi.
Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi
apabila diupayakan secara optimal oleh segenap lapisan masyarakat dan
pemerintah melalui berbagai kegiatan yang positif. Daya kritis masyarakat sudah
sepatutnya dibangun dan disempurnakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa daya kritis masyarakat yang sangat tinggi, akan menjadi alat kontrol yang
efektif terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh para pemegang
kekuasaan. Dengan demikian, akan tercipta kebijakan-kebijakan pemerintah yang
menyentuh terhadap aspirasi, keinginan, dan kepentingan masyarakat.
Pada
kenyataannya, ketiga budaya politik yang telah diuraikan di atas tidak dapat
berdiri sendiri. Tipe budaya politik yang satu tidak dapat menggantikan tipe
budaya politik lainnya. Almond dan Verba dalam bukunya yang berjudul Budaya
Politik, Tingkah Laku Politik di Lima Negara (1990:26-31) menyimpulkan bahwa
budaya politik warga negara adalah budaya politik campuran yang didalamnya
banyak individu yang aktif dalam politik, tetapi banyak juga yang mengambil peranan
sebagai subjek yang pasif.
Budaya politik campuran ini menurut Almond dan Verba,
terdiri dari tiga bentuk yaitu:
a)
Budaya
Politik Subjek-Parokial
Dalam budaya politik
subjek-parokial ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan
masyarakat kesukuan atau feodal, dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap
sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat
yang bersifat khusus.
b)
Budaya
Politik Subjek-Partisipan
Dalam budaya politik
subjek-partisipan ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh
orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi
pribadi sebagai seorang aktivis. Sementara sebagian penduduk lainnya terus
berorientasi ke arah struktur pemerintah yang otoriter dan secara relatif
memiliki serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
c)
Budaya
Politik Parokial-Partisipan
Budaya politik parokial-partisipan ini
berlaku di negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakatnya lebih
cenderung berbudaya politik parokial, akan tetapi norma-norma dalam struktur
pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya bersifat partisipan.
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Klasifikasi Budaya Politik Beserta Penjelasannya Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat
Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini
bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel
ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam Edukasi…