Pengertian Hukum Internasional, Asas-Asas Hukum Internasional, Sumber-Sumber Hukum Internasional, Subjek-Subjek Hukum Internasional, Lembaga Peradilan Internasional Beserta Penjelasan Hukum Internasional Terlengkap
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo sobat Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada
kesempatan kali ini saya dapat membagikan artikel untuk menambah pengetahuan
dan wawasan sobat Edukasi Lovers semua. Artikel yang akan saya bagikan pada
kesempatan kali ini berjudul Pengertian Hukum Internasional, Asas-Asas Hukum Internasional, Sumber-Sumber Hukum Internasional, Subjek-Subjek Hukum Internasional, Lembaga Peradilan Internasional Beserta Penjelasan Hukum Internasional Terlengkap
Berikut Ini Pembahasan Selengkapnya:
1.Pengertian Hukum Internasional
Apa Itu Hukum Internasional? Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, antara negara
dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama
lain. Hukum internasional merupakan sekumpulan peraturan hukum yang ditaati dan
dipatuhi secara disiplin, agar suatu tatanan hidup dalam masyarakat
internasional dapat berjalan dengan baik, teratur, aman, damai, dan tenteram.
Hukum internasional merupakan suatu tertib hukum koordinasi
antara anggota masyarakat internasional yang sederajat dalam hal ini kita perlu
memahami pemaknaan istilah masyarakat internasional dan negara dunia. Hukum
internasional sering juga disebut hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa, atau
hukum antarnegara. Istilah-istilah tersebut merupakan terjemahan-terjemahan dari
bahasa asing, seperti law of nations, droit de gens, atau Voelkerrecht, namun
demikian jika diperhatikan istilah-istilah yang dipakai itu menunjukkan
perkembangan dari pengertian hukum internasional itu sendiri. Hukum
internasional atau hukum antar bangsa-bangsa berasal dari istilah dalam hukum
Romawi yakni “ius gentium” dalam arti yang semula bukan hanya berarti hukum
yang berlaku di antara bangsa-bangsa, tetapi juga merupakan kaidah-kaidah dan
asas-asas hukum yang mengatur hubungan antara orang Romawi dan orang bukan
Romawi. Hal itu dapat terjadi karena berada dalam suasana kehidupan masa
kerajaan.
Dalam perkembangannya, terutama karena perubahan peta politik setelah
perang dunia kedua, muncullah negara-negara baru, yang dikenal sebagai zamannya
negara-negara. Oleh karena itu, dipakailah istilah hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara sebagai kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat dengan negara. Berdasarkan perkembangan dunia saat ini, ada beberapa
pakar/ahli hukum internasional yang mengungkapkan istilah yang tepat untuk
hukum internasional. Mereka ada yang menyebut hukum dunia. Jika kita memilih
istilah hukum internasional sebagai tertib koordinasi, hal itu lebih sesuai dengan
kenyataan dunia saat ini. Sedangkan istilah hukum dunia sebagai tertib hukum
subordinasi merupakan suatu hal yang saat ini masih jauh dari kenyataan.
Makna Hukum Internasional sendiri dapat diartikan sebagai
sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan
peraturan-peraturan yang mengatur tentang perilaku yang harus ditaati oleh
negara-negara dan oleh karena itu harus ditaati dalam hubungannya dengan negara
lain.Apabila dilihat dari jenis persoalan yang dibahas, hukum internasional
dapat dibagi atau digolongkan menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1) Hukum Publik Internasional (hukum
antarnegara), yaitu hukum tentang persoalan-persoalan
yang melintasi batas negara yang bukan bersifat perdata. Misalnya,pengiriman
duta,batas wilayah suatu negara,ekstradisi,dan lain sebagainya.Hukum Publik
inilah yang sering dibahas sebagai hukum internasional.
2) Hukum Perdata Internasional,yakni keseluruhan peraturan dan asas hukum tentang
persoalan-persoalan perdata antarwarga negara yang melintasi batas negara.
Dengan demikian, persamaan di antara hukum publik internasional
dengan hukum perdata internasional adalah keduanya sama-sama mengatur
hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara (internasional),sedangkan
perbedaannya terletak dalam sifat hukum dari hubungan atau persoalan yang
diaturnya.
Sedangkan,adapun dalam arti modern, hukum internasional dapat
dibagi/digolongkan menjadi dua,yaitu sebagai berikut:
1) Hukum Tidak Tertulis
Hukum tidak tertulis adalah hukum internasional antarnegara dan subjek hukum lainnya dalam bentuk tidak tertulis, misalnya yakni pernyataan Presiden Prancis George Pompidow kepada masyarakat dunia untuk tidak mengulang percobaan bom nuklir.
2) Hukum Tertulis
Hukum tertulis adalah hukum internasional yang berupa perjanjian antarnegara
dalam bentuk tertulis (International Agreement Inwritten Form).
Beberapa para ahli juga
menyatakan pendapatnya tentang hukum internasional, dan memberikan definisi
atau pengertian hukum internasional. Adapun beberapa
pengertian hukum internasional tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
Pengertian Hukum Internasional Menurut Para Ahli
a) Sam
Suhaedi :
Sam Suhaedi berpendapat bahwa hukum internasional merupakan himpunan
aturan-aturan dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat
internasional.
b) Hugo
de Groot (Grotius) : Hugo de Groot berpendapat bahwa hukum dan hubungan
internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua
negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri
di dalamnya.
c) Mochtar
Kusumaatmadja :
Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum internasional adalah keseluruhan
kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara, antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek hukum
internasional yang bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
d) J.G.
Strake :
J.G. Strake mengemukakan hukum internasional adalah hukum yang sebagian besar
terdiri atas asas-asas dan biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara
satu sama lain.
e) Ivan
A. Shearer :
Ivan A. Shearer berpendapat bahwa hukum internasional adalah sekumpulan
peraturan hukum yang sebagian besar mengatur prinsip-prinsip dan aturan-aturan
yang harus dipatuhi oleh negara-negara dan hubungannya satu sama lain, yang
meliputi:
1) Aturan-aturan hukum yang
berhubungan dengan fungsi-fungsi institusi atau organisasi-organisasi, hubungan antara
organisasi-organisasi tersebut, serta hubungan antara organisasi-organisasi
tersebut dengan negara dan individu-individu.
2) Aturan-aturan hukum
tertentu yang berhubungan dengan individu-individu yang menjadi perhatian
komunitas internasional selain daripada entitas negara.
f) Prof.
Charles Cheney Hyde : Prof Charles Hyde mengemukakan pendapatnya mengenai
definisi hukum internasional yang terangkum dalam bukunya yang berjudul
“International Law”. Definisi hukum internasional menurut beliau adalah
peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi
lembaga-lembaga, organisasi-organisasi internasional, hubungan lembaga-lembaga
dan organisasi-organisasi itu masing-masing, serta hubungannya dengan
negara-negara dan individu-individu, dan peraturan-peraturan hukum tersebut
mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan negara, sepanjang hak-hak
dan kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan
internasional.
Dari beberapa definisi hukum internasional menurut
beberapa para ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa Hukum Internasional
adalah merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antarnegara dan
negara, negara dan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara
satu sama lain.
Asas-Asas
Hukum Internasional I Setelah kita lebih mengetahui secara luas mengenai
pengertian atau definis hukum internasional, maka kita juga harus tahu mengenai
apa-apa saja asas-asas yang ada di dalam hukum internasional. Dalam pelaksanaan
hukum internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada
beberapa asas atau prinsip hukum antara lain, adalah sebagai berikut:
1) Equality
Rights, yaitu negara yang saling mengadakan
hubungan itu berkedudukan sama.
2) Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga
kehormatan masing-masing negara.
3) Pacta
Sunt Servanda, yaitu setiap perjanjian yang telah dibuat
harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakannya.
4) Rebus
Sic Stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan untuk
memutuskan perjanjian secara sepihak apabila terdapat perubahan yang
mendasar (fundamental) dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian
internasional yang telah disepakati.
5) Reciprositas, yaitu tindakan suatu negara terhadap negara lain
dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun positif.
Sedangkan menurut Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625
tahun 1970,ada 7 (tujuh) asas dalam hukum internasional, yaitu sebagai berikut:
7 Asas Hukum Internasional Menurut Resolusi Majelis
Umum PBB No. 2625 Tahun 1970:
1) Setiap negara harus
menyelesaikan masalah internasional dengan cara damai, dalam asas ini setiap
negara harus mencari solusi damai, mengendalikan diri dari tindakan yang dapat
membahayakan perdamaian internasional.
2) Setiap negara tidak
melakukan ancaman agresi terhadap keutuhan suatu wilayah dan kemerdekaan negara
lain. Dalam asas ini ditekankan bahwa setiap negara tidak bertentangan dengan
Piagam PBB.
3) Tidak melakukan
intervensi (campur tangan) terhadap urusan dalam negeri negara lain. Asas ini
menekankan kepada setiap negara memiliki hak untuk memilih sendiri keputusan
politiknya, ekonominya, sosialnya, dan sistem budayanya tanpa intervensi dari
pihak lain.
4) Asas persamaan hak dan
penentuan nasib sendiri, kemerdekaan, dan perwujudan kedaulatan suatu negara
ditentukan oleh rakyat.
5) Negara wajib menjalin
kerja sama dengan negara lain berdasar pada piagam PBB, kerja sama itu
dimaksudkan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional di bidang
hak asasi manusia, politik, ekonomi, sosial budaya, teknik, dan perdagangan.
6) Setiap negara harus
dapat dipercaya dalam memenuhi kewajibannya, pemenuhan kewajiban itu harus
sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
7) Asas persamaan kedaulatan
dari negara, setiap negara memiliki persamaan kedaulatan secara umum sebagai
berikut:
Ø
Memiliki hak penuh
terhadap kedaulatan
Ø
Memiliki persamaan
Yudisial
Ø
Setiap negara
menghormati kepribadian negara lain,
Ø
Setiap negara bebas
untuk membangun sistem politik, sosial, ekonomi, dan sejarah bangsanya.
Ø
Teritorial dan
kemerdekaan politik suatu negara adalah tidak dapat diganggu gugat.
Ø
Setiap negara wajib
untuk hidup damai dengan negara lain.
3.Sumber-Sumber Hukum Internasional
Apa itu sumber-sumber
hukum internasional II Sumber-sumber hukum internasional adalah
sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan
masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi
sumber hukum dalam arti material dan formal. Dalam arti material adalah sumber
hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan
sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut dari seorang ahli yang bernama
Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang
paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah
Internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional. Sumber-sumber hukum
internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
adalah sebagai berikut:
Sumber-Sumber
Hukum Internasional Menurut Ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah
Internasional
1) Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah perjanjian
yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk
mengakibatkan akibat hukum tertentu. Misalnya perjanjian antara negara dan
organisasi internasional (Amerika Serikat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di New York),organisasi
internasional dengan organisasi internasional lainnya (misalnya Uni Eropa
dengan ASEAN).Dalam perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal ialah
penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treatries.
Dengan
treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian
dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak
yang mengadakan perjanjian itu. Contoh treaty contract misalnya perjanjian
mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian
perdagangan, perjanjian pemberantasan, dan penyelundupan. Dengan law making
treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum
bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Contohnya ialah konvensi
tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi-konvensi Jenewa tahun
1958 mengenai Hukum Laut, Konvensi Vienna 1961 mengenai hubungan diplomatik.
Perbedaan antara treaty contract dan law making
treaties dilihat dari pihak yang tidak turut serta pada perundingan yang
melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta
dalam treaty contract yang diadakan para pihak yang mengadakan perjanjian itu
semula. Perjanjian itu mengatur persoalan yang semata-mata mengenai pihak-pihak
itu. Dengan kata lain, pihak ketiga yang tidak berkepentingan, misalnya, Australia
tidak akan dapat turut serta dalam suatu perjanjian mengenai pemberantasan
penyelundupan dan bajak laut antara Filipina dan Indonesia atau misalnya juga
dalam perjanjian Dwikewarganegaraan antara Indonesia dengan Republik Rakyat
Tiongkok.
Sebaliknya, suatu perjanjian dinamakan law making treaties selalu
terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak ikut serta dalam perjanjian, karena
yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum mengenai semua anggota
masyarakat internasional. Misalnya, negara Guinea, Ghana,dan Tanzania dapat turut
serta dalam Konvensi Jenewa pada tahun 1949 mengenai perlindungan korban
perang, walaupun negara-negara itu tidak turut serta dalam Konvensi Jenewa pada
tahun 1949 yang menyusun konvensi-konvensi tersebut. Bahkan, negara-negara
tersebut pada waktu dilaksanakan konvensi negara tersebut belum terbentuk.
Dilihat
dari sudut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formal, setiap perjanjian
baik yang dinamakan law making treaty maupun treaty contract adalah “law
making” artinya menimbulkan hukum. Dapat ditambahkan bahwa pada umumnya law
making treaties adalah merupakan bentuk wujud dari perjanjian
multilateral. Sedangkan treaty contract merupakan sebuah perjanjian khusus
yang sering kita kenal dengan perjanjian bilateral.
Menurut seorang ahli yang bernama Utrech, proses
pembuatan traktat adalah sebagai berikut:
1) Penetapan (Sluiting)
Pada tahap ini diadakan sebuah perundingan
ataupun pembicaraan tentang masalah yang menyangkut kepentingan masing-masing
negara. Hasilnya berupa concept verdrag, yakni penetapan isi perjanjian.
2) Persetujuan (Agreement)
Pada tahap ini penetapan-penetapan pokok
dari hasil perundingan itu diparaf sebagai tanda persetujuan sementara, karena
naskah tersebut masih memerlukan persetujuan lebih lanjut dari wakil
rakyat (parlemen) masing-masing negara. Kemungkinan terjadi bahwa masing-masing
anggota parlemen suatu negara masih mengadakan perubahan-perubahan terhadap
naskah tersebut.
3) Penguatan (Bekrachtiging)
Pada tahap ini setelah diperoleh
persetujuan dari kedua negara tersebut, kemudian disusul dengan penguatan atau
disebut juga pengesahan (ratificatie) oleh masing-masing kepala negara. Sesudah
diratifikasi maka tidak mungkin lagi kedua belah pihak untuk mengadakan
perubahan dan perjanjian itu sudah mengikat kedua belah pihak.
4) Pengumuman (Afkondiging)
Pada tahap ini perjanjian yang sudah
disetujui dan ditandatangani oleh para kepala negara masing-masing
negara, kemudian tahap selanjutnya ialah diumumkan. Biasanya dilakukan dalam
suatu upacara dengan saling menukarkan piagam perjanjian.
Adapun berakhirnya suatu traktat atau perjanjian
internasional adalah sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari
para peserta untuk mengakhiri traktat.
b. Punahnya salah satu
pihak atau punahnya objek traktat.
c. Telah tercapainya tujuan
dari traktat
d. Habis berlakunya traktat
tersebut
e. Dipenuhinya
syarat-syarat untuk berakhirnya traktat
f. Diakhirinya traktat
secara sepihak dan diterima pengakhirannya oleh pihak lain.
g. Diadakannya traktat yang
baru untuk mengakhiri traktat yang terdahulu.
2.Kebiasaan Internasional
Berdasarkan
Pasal 38 (1) sub b Statuta Mahkamah Internasional mengatakan bahwa hukum kebiasaan
internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang
diterima secara hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu
merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a) Harus terdapat suatu
kebiasaan yang bersifat umum, dan
b) Kebiasaan itu harus
diterima sebagai hukum.
Dari
hal-hal di atas dapatlah dikatakan bahwa supaya kebiasaan internasional itu
merupakan sumber hukum internasional, harus dipenuhi dua unsur, yang
masing-masing dapat kita namakan unsur material dan unsur psikologis, yaitu
kenyataannya adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya kebiasaan
internasional itu sebagai hukum. Jelaslah, bahwa dipenuhinya unsur yang pertama
saja maka kebiasaan internasional itu tidak melahirkan hukum.
Jika kebiasaan itu
tidak diterima sebagai hukum, terdapat suatu kebiasaan yang dapat merupakan
suatu kesopanan internasional. Misalnya, kebiasaan memberikan sambutan kehormatan
waktu menerima tamu negara merupakan suatu kebiasaan yang umum dan sering
dilakukan oleh banyak negara. Akan tetapi, seorang tamu tidak dapat menuntut
supaya ia disambut dengan tembakan meriam. Dengan demikian, kebiasaan itu
merupakan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional. Dilihat dengan secara
praktis, suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan diterima sebagai hukum
apabila negara-negara itu tidak menyatakan keberatan terhadapnya. Keberatan ini
dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya saja yaitu dengan melalui jalan
diplomatik (protes keras) atau dengan melalui jalur hukum, dengan mengajukan
keberatan di hadapan suatu Mahkamah.
3) Prinsip Hukum Umum Yang Diakui Oleh Negara-Negara Beradab
Sumber
hukum yang ketiga menurut Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional ialah asas
hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab. Hal yang dimaksud dengan
asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern. Sistem
hukum modern ialah sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga
hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga
hukum Romawi. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum
ialah prinsip hukum umum dan tidak hanya asas hukum internasional. Arti
perkataan umum dalam hubungan ini sangat penting karena dengan demikian
jelaslah bahwa hukum internasional sebagai suatu sistem hukum merupakan
sebagian dari suatu keseluruhan yang lebih besar yaitu hukum pada
umumnya.
Dengan demikian, dibantahlah suatu pendirian yang hendak mengatakan
hukum internasional itu merupakan satu sistem hukum yang berdiri sendiri dan
berbeda dari hukum nasional. Dengan demikian, yang dimaksud asas hukum umum
misalnya asas hukum perdata seperti asas Pacta Sunt Servanda, asas Bona Fides
(itikad baik),asas penyalahgunaan hak (abus de droit),serta asas adimplenti non
est adiplendum dalam hukum perjanjian. Asas hukum yang dimaksud dalam Pasal 38
(1) ialah asas hukum umum, jadi selain asas hukum perdata yang disebutkan
tadi, meliputi juga asas hukum acara dan asas hukum pidana. Sudah termasuk juga
di dalamnya asas hukum internasional seperti misalnya asas kelangsungan
negara, asas penghormatan kemerdekaan negara, asas non intervensi, dan lain
sebagainya.
Menurut Pasal 38 (1) asas hukum umum merupakan sumber hukum formal
utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebutkan
terlebih dahulu yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan
internasional. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri di
samping perjanjian internasional dan kebiasaan internasional sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama, dengan adanya sumber hukum ini
Mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest, yakni menolak mengadili perkara
karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
Berhubungan erat
dengan hal ini ialah kedudukan Mahkamah Internasional sebagai badan yang
membentuk dan menemukan hukum baru, diperkuat dengan adanya sumber hukum yang
ketiga ini yakni perjanjian internasional, kebiasaan internasional dan prinsip
hukum umum yang diakui oleh negara-negara yang beradab. Keleluasaan bergerak
yang diberikan oleh sumber hukum ini pada Mahkamah dalam membentuk hukum baru
sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia hukum internasional.
4) Keputusan
Badan Perlengkapan Organisasi dan Lembaga Internasional
Pertumbuhan
lembaga dan organisasi internasional dalam 50 tahun belakangan ini telah
mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dari lembaga atau organisasi internasional
itu yang tidak dapat diabaikan dalam suatu pembahasan tentang sumber hukum
internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum dapat dikatakan
merupakan sumber hukum internasional dalam arti yang sesungguhnya.
Keputusan
badan tersebut masih dalam lingkungan yang terbatas yaitu di lingkungan lembaga
atau organisasi internasional itu sendiri melahirkan berbagai kaidah yang
mengatur pergaulan antara anggota-anggotanya. Dalam hal lain keputusan itu
mempunyai kekuatan mengikat yang meliputi beberapa negara, sedangkan ada pula
keputusan jenis lain yang mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dari
semestinya.
5) Keputusan
Pengadilan dan Pendapat Para Ahli Yang Telah Diakui Kepakarannya
Keputusan
pengadilan dan pendapat para yang telah diakui kepakarannya ialah merupakan
salah satu sumber hukum internasional yang merupakan sumber subsider atau
tambahan. Hal ini berarti keputusan pengadilan dan pendapat para ahli dapat
dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu
persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian
internasional, kebiasaan internasional, dan asas hukum umum. Keputusan pengadilan
dan pendapat para ahli itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat
menimbulkan suatu kaidah hukum. Bahwa dalam sistem peradilan menurut Piagam
mahkamah internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang
mengikat.
Jika keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain
bagi perkara yang bersangkutan, keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin
mempunyai keputusan yang mengikat. Yang dimaksud dengan keputusan pengadilan
menurut Pasal 38 (1) sub b ialah pengadilan dalam arti yang luas dan meliputi
segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk di dalamnya
Mahkamah dan Komisi Arbitrase. Walaupun dalam hal ini keputusan pengadilan tidak
mempunyai kekuatan yang mengikat, keputusan pengadilan internasional, terutama
Mahkamah Internasional permanen, Mahkamah Internasional, dan Mahkamah Arbitrase
Permanen mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.
Mengenai
sumber hukum tambahan yang kedua yakni ajaran para sarjana hukum terkemuka
dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana
terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan/pedoman untuk menemukan apa
yang menjadikan hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri
tidak menimbulkan hukum.
4.Subjek-Subjek Hukum Internasional
Subjek-Subjek
Hukum Internasional I Subjek hukum internasional diartikan
sebagai pemilik, pemegang, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan
hukum internasional. Pada awal mula kelahiran dan pertumbuhan hukum
internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum
internasional. Namun, seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman telah
terjadi perubahan pelaku-pelaku subjek hukum internasional itu sendiri. Subjek
hukum internasional pun menjadi semakin bertambah banyak dan berkembang pesat
dari yang semula hanya negara. Dewasa ini, subjek-subjek hukum internasional yang
diakui keberadaannya oleh masyarakat internasional adalah Negara, Tahta Suci
Vatikan, Kelompok Pemberontak/Pembebasan, Organisasi Internasional, Palang Merah
Internasional, dan Orang Perseorangan (Individu).Berikut ini adalah
penjelasannya:
1) Negara
Menurut Konvensi Montevideo
1949,mengenai Hak dan Kewajiban Negara,Kualifikasi suatu negara untuk bisa
disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional atau subjek hukum
internasional adalah mempunyai wilayah (teritorial) tertentu yang resmi,mempunyai
penduduk yang tetap,dan mempunyai pemerintahan yang sah dan memiliki kemampuan
untuk mengadakan hubungan internasional dengan negara lain.
2) Organisasi
Internasional
Organisasi internasional
merupakan suatu organisasi yang dibentuk atas perjanjian dua negara atau lebih
yang memuat fungsi, tujuan, wewenang, asas, dan struktur daripada organisasi
tersebut. Organisasi internasional diakui sebagai salah satu subjek hukum
internasional yang berhak menyandang hak dan kewajiban internasional sejak
tahun 1949 ketika keluarnya Advisary Opinion
Dalam
Konvensi Wina 1969 secara Yuridis dikatakan Organisasi Internasional masuk
sebagai subjek hukum internasional jika diikuti oleh negara-negara. Sehingga
tidak semua organisasi internasional dapat dikatakan sebagai subjek hukum
internasional. Karena terdapat beberapa karakteristik terkait dengan organisasi
internasional sehingga bisa dikatakan sebagai subjek hukum internasional. Adapun
karakteristik tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Ø Organisasi
internasional tersebut dibentuk oleh dua negara atau lebih, apapun nama
organisasi tersebut yang terpenting tunduk terhadap rezim Hukum Internasional
Ø Organisasi
internasional tersebut memiliki sekretariat yang tetap.
3) Palang
Merah Internasional
Palang Merah Internasional
sebenarnya hanyalah merupakan salah satu organisasi internasional yang
biasa. Namun dikarenakan adanya faktor sejarah, keberadaan Palang Merah
Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat strategis, penting, dan
memiliki hubungan yang sangat unik. Pada mulanya Palang Merah Internasional
hanyalah merupakan organisasi dalam lingkup nasional negara Swiss, yang
didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry
Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan.
Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan
oleh Palang Merah Internasional kemudian mendapatkan simpati dan dukungan dari
berbagai pihak dan negara-negara di dunia serta meluas ke berbagai
negara-negara di seluruh dunia. Sehingga kemudian tercipta jugalah Palang Merah
Nasional di masing-masing negara di dunia. Palang Merah Nasional dan
negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional
(International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di
Jenewa, Swiss. Dasar hukumnya yaitu International Committee of Red Cross (ICRC)
dan Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. Akibat dari faktor
sejarah inilah kemudian Palang Merah Internasional dari yang semula hanyalah
organisasi biasa, kemudian menjadi salah satu subjek hukum internasional yang
mempunyai peranan yang cukup penting di dalam dunia internasional, hubungan
internasional maupun hukum internasional.
4) Tahta
Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan diakui sebagai
subjek hukum internasional didasarkan pada Traktat Lateran tanggal 11 Februari
1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan
sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat
dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai sebuah
pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan
kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab Tahta Suci hanya
terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki
kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan
umat Katholik di seluruh dunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
5) Kelompok
Pemberontak/Pembebasan
Kaum belligerensi atau kaum
pemberontak pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu
negara yang berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan
negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan
terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar
kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang
dapat diambil adalah dengan mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak
sebagai “pribadi” yang berdiri sendiri. Walaupun sikap ini akan dipandang
sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan
terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak/pembebasan menempati status sebagai “pribadi” atau
subjek hukum internasional.
6) Orang
Perseorangan (Individu)
Lahirnya Deklarasi Universal tentang
Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10
Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi
manusia di berbagai kawasan, menyatakan bahwasanya individu juga merupakan
adalah salah satu subjek hukum internasional yang mandiri dan berdiri
sendiri. Dalam arti yang terbatas, orang perseorangan dapat dianggap sebagai
subjek hukum internasional yang sah dan resmi. Perjanjian Versailles 1919 yang
mengakhiri Perang Dunia 1 telah menetapkan pasal-pasal yang memungkinkan orang
mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrasi Internasional.
Misalnya ada
penuntutan terhadap bekas para pemimpin perang Jerman dan Jepang, yang dituntut
untuk orang perseorangan dalam perebutan yang dikualifikasikan sebagai
kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan penjahat
perang oleh Mahkamah Internasional. Selain itu, individu para perwakilan suatu
negara, para pelajar, para turis, para atlet ataupun musisi yang sedang berkunjung
ke negara lain juga merupakan adalah subjek hukum internasional yang dapat
mengajukan perkara ke Mahkamah Arbitrase Internasional.
Apa itu Lembaga Peradilan Internasional?
Lembaga
peradilan internasional adalah Mahkamah Internasional atau Mahkamah
Agung Internasional yang merupakan Mahkamah Peradilan Tertinggi di seluruh
dunia. Lembaga ini bertugas memutuskan kasus hukum atau perselisihan antar
negara dan memberikan pendapat umum bagi PBB dan lembaga-lembaganya tentang
Hukum Internasional.
Adapun yang termasuk ke dalam
kategori lembaga peradilan internasional adalah Mahkamah Internasional, Mahkamah
Pidana Internasional, dan Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional. Berikut
ini penjelasan lengkapnya:
1) Mahkamah
Internasional
Apa
itu Mahkamah Internasional? II Mahkamah Internasional adalah
sebuah lembaga kehakiman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah Internasional didirikan pada tahun
1945 berdasarkan pada Piagam PBB, dan berfungsi sejak tahun 1946 sebagai
pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri
atas 15 hakim, dengan dua hakim merangkap sebagai ketua dan wakil ketua, dengan
masa jabatan selama 9 Tahun. Anggota hakim ini direkrut dari warga negara
anggota PBB yang dinilai cakap, ahli dan memiliki kemampuan di bidang hukum
internasional. Dari total 15 hakim yang ada pada Mahkamah Internasional,5 (lima)
di antaranya berasal dari Negara Anggota tetap Dewan Keamanan PBB, seperti
Tiongkok, Amerika Serikat, Rusia, Prancis, dan Inggris. Fungsi utama dari Mahkamah
Internasional adalah untuk menjelaskan dan menyelesaikan kasus-kasus
persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara.
Statuta adalah
hukum-hukum yang terkandung. Yuridiksi Mahkamah Internasional adalah kewenangan
yang dimiliki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum
internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Adapun
kewenangan-kewenangan atau Yuridiksi Mahkamah Internasional ini adalah meliputi
sebagai berikut:
a)
Memutuskan perkara-perkara pertikaian
internasional
b)
Memberikan opini-opini yang bersifat
nasehat dan membangun.
Yuridiksi ini menjadi dasar bagi Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan
sengketa internasional. Beberapa kemungkinan cara penerimaan Yuridiksi adalah
sebagai berikut:
a.
Perjanjian Khusus, dalam hal ini para pihak
yang bersengketa mengadakan perjanjian khusus yang berisi subjek sengketa dan
pihak yang bersengketa.
b.
Penundukan diri dalam perjanjian
internasional. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa menundukkan diri pada
perjanjian internasional di antara mereka, bila terjadi sengketa di antara para
peserta perjanjian.
c.
Pernyataan penundukan diri negara peserta
terhadap statute Mahkamah Internasional, sehingga tanpa perlu perjanjian khusus.
d.
Keputusan Mahkamah Internasional mengenai
Yuridiksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridiksi Mahkamah
Internasional, maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah
Internasional sendiri.
e.
Penafsiran Putusan, dilakukan jika diminta
oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penafsiran dilakukan dalam bentuk
perjanjian pihak bersengketa.
f.
Perbaikan Putusan, adanya permintaan dari
pihak yang bersengketa oleh karena adanya fakta baru (novum) yang belum
diketahui oleh Mahkamah Internasional
2) Mahkamah
Pidana Internasional
Mahkamah Pidana Internasional
adalah sebuah mahkamah pidana yang berdiri permanen berdasarkan pada traktat
multilateral, yang mewujudkan supremasi hukum internasional yang memastikan
bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana. Mahkamah Pidana
Internasional didirikan dengan tujuan yakni untuk mewujudkan supremasi hukum
internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dihukum
dan dipidana dengan seberat-beratnya. Mahkamah Pidana Internasional terdiri dari
18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli di bidang hukum pidana
internasional. Kewenangan atau Yuridiksi yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional
adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari
negara yang telah meratifikasi statuta Mahkamah.
3) Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional
Panel Khusus Pidana Internasional (PKPI) dan Panel Spesial Pidana Internasional
(PSPI) adalah merupakan lembaga peradilan internasional yang berwenang untuk
mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak
permanen. Yang artinya setelah selesai mengadili, peradilan ini
dibubarkan. Kewenangan atau Yuridiksi dari Panel Khusus dan Spesial Pidana
Internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida
(pembersihan etnis) tanpa melihat apakah negara dari pelaku itu telah
meratifikasi atau belum meratifikasi terhadap statute panel khusus dan spesial
pidana internasional. Contoh : Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No.
26 tahun 2000
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Pengertian Hukum Internasional, Asas-Asas Hukum Internasional, Sumber-Sumber Hukum Internasional, Subjek-Subjek Hukum Internasional, Lembaga Peradilan Internasional Beserta Penjelasan Hukum Internasional Terlengkap. Semoga dapat bermanfaat
bagi Sobat Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini bermanfaat sudi
kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel ini untuk
menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, komentar, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat
semua di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam
Edukasi…