Peran 5 Lembaga Penegak Hukum Indonesia Terlengkap


Peran 5 Lembaga Penegak Hukum Indonesia Terlengkap
Peran 5 Lembaga Penegak Hukum Indonesia Terlengkap



Peran 5 (Lima) Lembaga Penegak Hukum Indonesia dalam Menjamin Keadilan dan Kedamaian di Indonesia 

Apa saja peran lembaga penegak hukum di Indonesia I Peran lembaga penegak hukum di Indonesia sangat dibutuhkan dalam upaya menjamin keadilan dan kedamaian di Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang wajib untuk menegakkan hukum dengan setegak-tegaknya dan seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Supremasi hukum penting untuk ditegakkan oleh para lembaga atau aparatur penegak hukum yang ada di Indonesia. lalu apa sajakah lembaga penegak hukum di Indonesia? dan apa saja peran lembaga penegak hukum di Indonesia? bagaimana para lembaga penegak hukum melaksanakan perannya? berikut ini pembahasan selengkapnya mengenai peran 5 lembaga penegak hukum Indonesia terlengkap dalam menjamin keadilan dan kedamaian di Indonesia:

1. Peran Hakim Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman

Peran Hakim Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
Gambar Ilustrasi Hakim


Perwujudan kekuasaan kehakiman di Indonesia diatur pada Pada UU RI nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merupakan penyempurnaan dari UU RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tersebut, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. Adapun badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di ruang lingkup Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lembaga-lembaga ini berperan sebagai penegak keadilan dan bebas dari segala intervensi baik dari lembaga eksekutif, legislatif serta lembaga-lembaga lainnya.


Kekuasaan kehakiman yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga peadilan tersebut dilaksanakan oleh hakim. Apa itu Hakim? Hakim ialah para pejabat peradilan negara yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengadili suatu perkara. Mengadili ialah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara hukum berdasarkan asas bebas, jujur dan adil atau tidak memihak di sebuah sidang pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. 



Dalam upaya melakukan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang utuh dan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh intervensi kekuasaan maupun kepentingan yang bersifat pribadi maupun golongan dalam memutuskan suatu perkara. Apabila hakim mendapatkan intervensi dari pihak luar dalam memutuskan suatu perkara maka keputusan hakim itu tidak adil yang pada akhirnya akan membuat wibawa hukum di Indonesia menjadi pudar dan bisa menimbulkan keresahan dan kegaduhan dalam masyarakat. 


Berdasarkan ketentuan yang ada pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim berdasarkan jenis lembaga peradilannya diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yakni:

1) Hakim pada Mahkamah Agung (MA) yang disebut dengan Hakim Agung;

2) Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) yakni dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara (PTUN), dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut;

3) Hakim pada Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut dengan Hakim Konstitusi.


Setiap hakim melakukan proses peradilan yang dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan dengan pengadilan. Sehingga terdapat perbedaan di antara konsep peradilan dan pengadilan. Peradilan ialah menunjuk pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan. Sedangkan  pengadilan ialah menunjuk pada sebuah tempat untuk mengadili suatu perkara atau bisa juga disebut sebuah tempat untuk melaksanakan proses peradilan untuk menegakkan hukum yang berlaku. 


Secara umum, pengadilan memiliki tugas wajib untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk tanpa membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang. 


2. Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi


KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi ialah sebuah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi ini ialah untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi secara tuntas. 


Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki beberapa tugas yakni sebagai berikut:

1) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;

2) Melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;

3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

4) Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

5) Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.


Selain mempunyai kelima tugas tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi ini memiliki wewenang-wewenang sebagai berikut:

a) Meminta laporan instansi terkait pencegahan tindak pidana korupsi;

b) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait;

c) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindakan korupsi;

d) Mengoordinasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

e) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.


Dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang dimilikinya, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki pedoman yakni berupa asas-asas sebagai berikut:

a) Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya;

b) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban KPK;

c) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan melaksanakan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;

d) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e) Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.


3. Peran Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) ialah sebuah lembaga negara yang memiliki peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif. Disamping itu, dalam bidang penegakan hukum, khususnya yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kepolisian Republik Indonesia berperan sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam rangka untuk menciptakan keamanan dan ketertiban negara. 


Dalam Pasal 16 UU RI No 12 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia telah menetapkan dengan jelas kewenangan POLRI antara lain sebagai berikut:

1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

8) Mengadakan penghentian penyidikan;

9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

11) Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan  kepada penuntut umum;

12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, yakni tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut:

a) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c) Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;

e) Menghormati hak asasi manusia.


4. Peran Kejaksaan Republik Indonesia

Peran Kejaksaan Republik Indonesia
Kejaksaan Republik Indonesia


Kejaksaan Republik Indonesia merupakan sebuah lembaga negara yang melakukan kekuasaan negara terkhusus di bidang penuntutan. Penuntutan ialah tindakan jaksa untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Pelaku pelanggaran pidana yang akan dituntut ialah yang benar bersalah dan telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan dengan didukung oleh barang-barang bukti yang cukup dan didukung oleh minimal 2 orang saksi. 


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia sebagai suatu lembaga penegak hukum yang dituntut untuk lebih berperan dalam upaya menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia (HAM), dan pemberantasan praktis Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 


Sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan, Kejaksaan Republik Indonesia harus menjalankan tugas dan wewenangnya dengan penuh tanggung jawab dan bebas dari segala tindakan intervensi dari luar. Berikut ini merupakan beberapa tugas dan wewenang Kejaksanaan Republik Indonesia:

1) Bidang Pidana

a) Melakukan penuntutan;

b) Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang yang berlaku;

c) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik;

d) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

e) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.


2) Bidang Ketertiban dan Ketenteraman Umum

a) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

b) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal;

c) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

d) Pengawasan peredaran barang cetakan;

e) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

f) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.


3) Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara

Kejaksaan Republik Indonesia dengan kuasa khusus yang dimilikinya dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk dan atas nama negara atau pemerintah.


5. Peran Pengacara (Advokat) dalam Penegakan Hukum

Pengacara (advokat) ialah seseorang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Jasa hukum yang diberikan berupa memberikan bantuan hukum, konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, membela, mendampingi dan melakukan tindakan hukum masyarakat pencari keadilan. Keberadaan pengacara (advokat) ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 


Berdasarkan UU RI No. 18 Tahun 2003 ini setiap orang yang memenuhi persyaratan dapat menjadi seorang pengacara (advokat). Ketentuan atau persyaratan untuk menjadi pengacara di Indonesia diatur pada Pasal 3 UU RI No. 18 Tahun 2003, antara lain:

1) Merupakan warga negara Indonesia (WNI);

2) Bertempat tinggal di Indonesia;

3) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

4) Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun;

5) Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;

6) Lulus ujian yang diadakan oleh organisasi Advokat;

7) Magang sekurang-kurangnya 2 tahun terus menerus pada kantor advokat;

8) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;

9) Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas tinggi.


Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003, seorang pengacara memiliki  beberapa kewajiban dan hak yang dilindungi undang-undang. Berikut ini merupakan beberapa  kewajiban dan hak seorang pengacara (advokat):

Kewajiban Pengacara (Advokat)

1) Pengacara dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya;

2) Pengacara wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang;

3) Pengacara dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya;

4) Pengacara dilarang memegang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya;

5) Pengacara yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan;


Hak Pengacara (Advokat)

1) Pengacara bebas dalam mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan;

2) Pengacara bebas dalam melaksanakan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan;

3) Pengacara tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan;

4) Pengacara berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan  dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

5) Pengacara berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik pengacara;

6) Pengacara tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.