Konflik Pemanfaatan Lahan
Antara Desa Dengan Kota
Selamat Datang di Web Pendidikan www.edukasinesia.com
Hallo sobat
Edukasi Lovers, senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya dapat
membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan sobat Edukasi Lovers
semua. Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Konflik Pemanfaatan Lahan Antara Desa Dengan Kota
Berikut
Ini Pembahasan Selengkapnya
Kota
merupakan sebuah tempat atau wilayah yang identik dengan pusat kegiatan ekonomi
dan pendidikan. Selain itu, kota juga erat kaitannya dengan tingkat permukiman
penduduknya yang sangat padat (tinggi).Kota sebagai pusat kegiatan masyarakat
menuntut para pelaku kegiatan untuk bermukim di daerah perkotaan. Hal inilah
yang menyebabkan permukiman penduduk di daerah kota menjadi sangat
padat. Sehingga mau tidak mau daerah permukiman penduduk di perkotaan menjadi
semakin berkembang pesat, baik itu secara vertikal maupun secara
horizontal.
Perkembangan secara vertikal maksudnya ialah menyebabkan banyaknya
bangunan-bangunan permukiman penduduk yang sangat tinggi, baik itu berupa rumah
susun maupun apartemen. Sedangkan yang dimaksud perkembangan secara horizontal
ialah menyebabkan perubahan lahan-lahan pertanian menjadi lahan permukiman
warga. Konflik pemanfaatan lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya
pengalihfungsian lahan. Kota yang semakin hari semakin padat penduduk dan
permukimannya mendorong masyarakat untuk mencari solusi dengan mencari lokasi
lain di daerah luar perkotaan, sehingga mengakibatkan terjadinya perluasan
wilayah kota menuju ke pinggiran kota.
Akibat dari padatnya permukiman
penduduk di daerah kota, menyebabkan banyaknya muncul pengembangan perumahan
menuju ke daerah pinggiran kota atau wilayah pedesaan. Namun seringkali
pengembangan lahan permukiman di wilayah pedesaan tersebut justru menimbulkan
konflik, baik itu berupa konflik sosial maupun konflik lingkungan. Menurut
seorang ahli yang bernama Risyanto (2003) terdapat tujuh (7) faktor yang memicu
berkembangnya permukiman penduduk di daerah pinggiran kota, yakni faktor
demografi (kepadatan penduduk),aksesibilitas lokasi, ketersediaan lahan terbuka, harga
tanah, kelengkapan fasilitas sosial ekonomi, kondisi sosial ekonomi, dan
perkembangan pembangunan perumahan baru.
Dan dengan berkembangnya permukiman
baru maka akan diikuti pula dengan muncul dan berkembangnya pusat-pusat bisnis
baru, seperti halnya pertokoan dan pasar swayalan. Semakin meluasnya permukiman
penduduk maka memicu pula berkembangnya warung makan, pedagang eceran, dan
penjual jasa lainnya. Dengan kondisi yang demikian maka akan menimbulkan pula
dampak terhadap kehidupan penduduk dan kualitas lingkungan, baik itu dari segi
fisik, biotik, maupun dari segi sosial ekonomi.
Adapun beberapa dampak
tersebut, antara lain adalah sebagai berikut.
1)
Muncul
dan berkembangnya komunitas dadakan
Muncul dan berkembangnya
komunitas dadakan maksudnya disini ialah munculnya orang-orang baru dan
permukiman baru di sekitar permukiman yang sudah ada, sehingga menyebabkan
ketidakteraturan dan menjadi padat.
2)
Meningkatnya
pencemaran atau polusi
Meningkatnya pencemaran
(polusi) maksudnya disini ialah meningkatnya tingkat pencemaran baik itu
pencemaran udara, air, tanah, dan lainnya seiring dengan pertumbuhan permukiman
penduduk yang tidak terkendali dan jumlah sampah yang dihasilkan semakin banyak.
3)
Muncul
dan berkembangnya daerah-daerah kumuh (slum area) di perkotaan
Munculnya dan berkembangnya
daerah kumuh di wilayah perkotaan ini diakibatkan oleh ketidakmampuan penduduk
membeli tanah dengan harga yang sangat mahal.
4)
Menghilangnya
lahan pertanian yang subur
Menghilangnya lahan
pertanian yang subur ini disebabkan oleh karena terjadinya alih fungsi lahan
dari lahan berkualitas baik dan produktif menjadi lahan permukiman.
5)
Menyebabkan
meningkatnya kriminalitas
Tingkat kepadatan penduduk
yang sangat tinggi sebagai akibat dari pertumbuhan permukiman mendorong
terjadinya kriminalitas dan tindak kejahatan.
6)
Meluasnya
wilayah permukiman ke daerah pinggiran kota
Dengan meluasnya wilayah permukiman ke
daerah pinggiran kota mengakibatkan terjadinya kesenjangan kondisi sosial
ekonomi penduduk, sehingga memunculkan kecemburuan sosial.
Menurut
seorang tokoh ahli yang bernama Lestari (2009) beliau menuturkan definisi alih
fungsi lahan atau yang lazimnya disebut konversi lahan. Konversi lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif
(masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan
ini juga diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Kebutuhan lahan untuk kegiatan
berupa non pertanian akan cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan
pertanian sangat sulit untuk dihindari akibat dari kecenderungan
tersebut. Beberapa contoh kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi
pengalihfungsian lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan sekitarnya juga
akan beralih fungsi secara progresif (maju).Menurut seorang tokoh ahli yang
bernama Irawan dalam Irsalina (2009) beliau menjelaskan bahwasanya
pengalihfungsian lahan secara progresif disebabkan oleh dua (2) faktor yakni
yang pertama sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di
suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi
semakin kondusif untuk diadakannya pengembangan industri dan permukiman.
Hal
tersebut kemudian mendorong meningkatnya jumlahnya permintaan lahan oleh
investor lain, sehingga harga lahan di sekitarnya kemudian meningkat. Faktor
kedua yakni peningkatan harga selanjutnya dapat merangsang petani lain di
sekitarnya untuk menjual lahan. Menurut seorang ahli yang bernama Winoto dalam
Irsalina, beliau menuturkan bahwasanya lahan pertanianlah yang paling rentan
terhadap alih fungsi adalah sawah.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut.
1)
Daerah
persawahan terdapat banyak lokasinya yang berdekatan dengan daerah perkotaan.
2)
Kepadatan
penduduk di daerah desa yang memiliki agroekosistem dominan sawah pada umumnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan agroekosistem lahan kering, sehingga
tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi.
3)
Pembangunan
prasarana dan sarana permukiman dan lahan industri cenderung berlangsung cepat
di wilayah dengan topografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti
itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya di dominasi oleh
persawahan.
4)
Akibat
pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah persawahan pada
umumnya jauh lebih baik daripada wilayah lahan kering.
Proses alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian pada umumnya disebabkan oleh
beberapa faktor, yang terbagi ke dalam tiga faktor penting yaitu faktor eksternal, faktor
internal dan faktor kebijakan .Faktor eksternal merupakan faktor yang
disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, baik demografi maupun
ekonomi. Faktor internal ialah faktor yang disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Dan kemudian faktor kebijakan
ialah aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Demikianlah
Artikel lengkap yang berjudul Konflik Pemanfaatan
Lahan Antara Desa Dengan Kota. Semoga dapat bermanfaat bagi Sobat
Edukasi Lovers semuanya. Jika artikel ini
bermanfaat sudi kiranya bagi sobat semua untuk mengelike dan membagikan artikel
ini untuk menjaga kelangsungan web pendidikan edukasinesia.com ini menjadi lebih baik. Jika ada
permintaan, pertanyaan, kritik, maupun saran, silahkan berikan komentar sobat semua
di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam
Edukasi…